Angin mengusap lembut wajahku,
temali yang memanjang kelangit mengarah pada benda yang berterbangan kesana
kemari, layangan dahulu kami menyebutnya. Angin sahabatnya, dan langit tempat
seharusnya dia berada.
Lagu yang menemani aku pulang
hari itu seperti gelombang pasang, mengingatkan aku lagi pada tahun-tahun
dimana aku sama sekali tak punya tanggung jawab. Waktu begitu cepat bergulir,
sehingga rindu lambat laun semakin menjadi penyakit yang membuat dada begitu
sesak, tiada yang tau pasti apa yang akan bisa menjadi penawarnya.
Dahulu rumah didepan rumahku ini
tak ada, dahulu Mtsn yang sekarang sesak dengan kelas itu adalah lapangan
bermain layang-layang kami anak kampung. Jikalau tak percaya, tiga kelas permulaan
itu yang menjadi saksinya, langit biru yang perkasa itu tau tentang canda dan
manis senyum yang kami punya meski dalam bijaksananya langit hanya diam dan
menyimpan setiap cerita itu untuk dia nikmati sendiri, dan langit tak tahu. Aku
masih menyimpan rapi memori semacam itu dikepalaku. Ketika kepalaku membongkar
kembali cerita itu, lantas hanya akan menyesakkan dadaku.
Aku senang, aku hanya akan
mengembangkan senyum, katika sadar aku punya kenangan semanis itu, kenangan
yang jauh dari hiruk-pikuk teknologi seperti saat ini, aku senang bagian masa
laluku, berada dalam kampung dengan teman sebaya seperti ini. Aku senang bisa
tumbuh diluasnya hamparan sawah yang setiap tahunnya menghijau lalu menguning,
aku senang bisa belajar berenang dialiran sungai yang sangat-sangat jernih, aku
senang bisa berlarian ditengah hamparan ladang jagung walau diakhirnya seluruh
badanku gatal, aku senang sempat berkejar-kejaran dengan temanku dipematang
sawah dan bermain lempar lumpur ditengah sawah yang hendak digarap, aku senang
pernah dikejar petani semangka karena ketahuan mencuri semangkanya. Aku senang
dimarahi ibu ketika disore hari aku pulang dalam keadaan sangat kotor, aku
senang setiap malam dimarahi guru ngaji karena sering salah dalam tajwid, aku
senang tidur dimesjid setiap malam minggu, untuk mengikuti didikan subuh
disetiap minggu paginya, aku senang bermain layangan dengan teman-temanku meski
layanganku paling jelek, aku senang mengejar layangan yang putus dengan
teman-temanku meski lariku paling lamban. banyak lagi, sungguh banyak lagi yang
membuat aku senang menjadi anak kampung. Disebuah desa yang orang sebut
Katimaha.
Ipat, Domi, Ryan, Endi, Iga,
Yandi, Datuak, Viktor, Ranggi, Menor, Buyuang. Sahabat masa kecil yang luar
biasa, ribuan hari luar biasa yang aku lalui bersama mereka. Untuk sama-sama
belajar tumbuh dan dewasa. Aku rindu, sungguh sangat rindu.
*Mencoba menulis lagi, mengumpulkan aksara, jadikan kalimat dan memulai lagi dari hal yang kecil
Langit Biru yang Jadi Saksi Kita |
selamat siang.
ReplyDeletefollow sukses, mohon folback :)
wah langit nya indah banget
ReplyDeletesemangat terus untuk menulis mas
ReplyDeleteRIndu :)
ReplyDeleterindu yang membara
ReplyDeletepemandangan nya indah
ReplyDeletewah seneng banget
ReplyDeletesangat indah
ReplyDelete