Wednesday 23 January 2013

Sikap


“Ri.. kamu pernah sakit hati ngga sih sama aku?”
“kenapa?”
“aku kan sering kurang ajar sama kamu”
“iya, tapi kamu kan becanda”

Dari mana harusnya kita mengukur tingkat kedewasaan?, entahlah. Beberapa hari ini aku merasa jadi orang asing, pada awalnya memang kita semua orang asing, tapi bukan ditengah-tengah orang yang kita kenal, bukan juga ditengah-tengah orang yang kita benar-benar peduli.

Mungkin tingkat kedewasaan itu ngga bisa diukur sama sekali, siapa orang yang bener-bener bisa menyatakan dirinya dewasa?.  Setelah aku sadar didesakkan pada kata dewasa, aku sama sekali ngga pernah berharap jadi dewasa.

Mungkin diam adalah pilihan paling tepat, diam adalah pilihan paling dewasa ketika ada orang yang secara gamblang menyatakan dirinya sakit hati pada kita. Tulisan ini memang sangat abstrak, aku orangnya memang sangat sangat sangat sensitif, jangankan masalah besar, masalah kecil aja bisa membuat aku kacau, dan menulis seperti ini bisa mengurangi sesak itu, MENULIS ABSTRAK.

Jujur saja, dimanapun aku berada ketika aku sudah mulai bisa beradaptasi dalam suatu lingkungan dan dekat dengan komunitas yang ada didalamnya. Sifat aku yang sebenernya bakalan keluar, aku ngga pernah mau mengakuinya, tapi aku adalah seorang trouble maker. Meribut dimanapun, didalam kelas, ketika diluar bersama teman-teman, bahkan diperusahaan tempat aku bekerja ini, orang-orang yang pernah satu tim denganku diproyek diseluruh sumatera ini, tau betapa trouble maker-nya aku.

Dan satu lagi, dalam hal caci mencaci sejauh ini Cuma beberapa orang saja yang bisa mengungguli aku. Dan ngga lain tujuan aku sebenernya Cuma buat becandaan doang kok, buat ketawa-ketawa sama-sama. Tapi dibalik itu semua, aku tau akan satu hal. Aku juga orang yang sering ngomongin orang. Ngomongin temen sekantor, ngomongin siapa aja.

Yaa namanya ngomongin orang, kita ngomongin tentang baiknya orangpun tetep aja dilarang dan dosa, yang penting namanya ngomongin orang. Nah semua didunia ini pasti ada timbal baliknya, ketika kita ngomongin orang, diluar sana pasti juga banyak banget orang yang juga ngomongin kita, itu pasti. Dan tentang itu juga, dari sifat dan cara kita bersikap pasti banyak yang suka dan banyak yang ngga suka bahkan benci. Barangkali sakit hati karena mereka bukan tipikal orang yang bisa dibecandain.

Mungkin sifat tak perlu kita ubah, sekarang bagaimana caranya bersikap yang perlu diperhatikan. Tentang becandaan seperti apa yang seharusnya kita tunjukkan pada orang-orang tertentu. Namun, kalo memang secara sadar kita paham sifat kita memang kelewatan dan banyak yang kontra, ngga ada salahnya untuk merubah sifat kita, meski kita ngga comfort merubah sifat kita sendiri, ngga dosa kok, mau berubah jadi lebih baik, aku sih berfikir salah banget, orang yang merasa nyaman dengan semua sifat buruknya. Bukan kita kok yang menilai diri kita sendiri, tapi orang lain. Percuma kita berkoar kita yang paling hebat, ketika hidup kita biasa saja, orang ngga akan pernah percaya kalo kita hebat.

Eh, kok aku jadi nyeramahin orang gini sih?, kan yang dalam masalah ini sekarang kan aku.

Makasih banget deh buat Ari, dari kata-katanya yang sederhana, membuat aku bisa jadi sedikit paham dalam mengambil sikap. Dari sini aku heran bagaimana caranya mengukur tingkat kedewasaan. Sebelumnya lebih baik aku luruskan dulu, percakapan diatas adalah percakapan aku dan Ari ketika aku mengantarnya pulang ke kosannya yang ada didekat kampus, gerimis menemani percakapan itu sepulang dari rumah seorang dosen yang memberikan kami tugas matematika, dan percaya ngga percaya walaupun namanya Ari, tapi katanya dia Perempuan, katanya sih. Ya, setelah ditanya walau aku ngga tau dia jujur apa ngga, katanya dia seneng kok temenan sama orang seperti aku, karena dia ngomong gitu, dengan senang hati, akupun mulai percaya kalau dia itu perempuan, yapp Perempuan yang manis dengan caranya sendiri.

Diluar masih hujan ketika aku selesai mengetikkan semua kata-kata yang bisa membuat aku sedikit tenang ini. Pada akhirnya aku akan menyadari sedikit. Kita mungkin takkan pernah bisa jadi yang terbaik, tapi ngga ada salahnya buat mencoba melakukan hal baik dengan cara yang terbaik. Aku akan terus memperhatikannya, ketika ada sifat dan sikapku yang salah, sekerasnya aku akan merubahnya. Aku senang bisa jadi diriku sendiri, dan diletakkan ditengah-tengah orang yang bisa sedikit mengerti aku, walau hanya sedikit dan itu sangat patut untuk disukuri.


Note :
Hufftt yang membuat aku sedikit bermuram durja lagi, ini khusus buat KAMU!. ngga kerasa yah, ini udah masuk tahun keenam ketika dulu kamu menghancurkan semuanya. Tapi aku patut berbangga hati, waktu yang cukup panjang untuk aku membangun kembali semangat-semangat yang pernah kamu hancurkan, sampai saat ini tak ada dendam, dan melihat apa yang terjadi sekarang, memang tidak ada harapan lagi untuk bisa mendapatkan kamu kembali. Tapi yang tersisa dihatiku hanya harapan kosong, bukan lagi memprioritaskan kamu, enam tahun ini aku sudah terbiasa dengan hari-hari yang kamu buat kelam, tapi kamu ngga akan pernah tau. Dibalik kelam yang kamu tanam. Ada ribuan cahaya terang yang melebihi cahaya matahari menemani langkahku 6 tahun ini. Silih berganti cahaya itu datang dan pergi, tapi tak ada yang menanam kelam. Aku hanya akan menyadari RASAKU YANG DULU ITU HANYA OBSESI, meski aku selalu mengingat kamu, kamu bukan lagi mimpi indah, kamu bukan lagi tujuanku. Dan aku sangat yakin, bukan kamu tulang rusukku yang hilang!
Terimakasih waktu, lambat laun kamu membuatku sadar, aku terlalu banyak menghabiskan waktu untuk mengingat kamu dan mengingat rasa sakit yang dulu itu. Hari ini aku bahagia bisa jadi diriku sendiri TANPA BAYANG-BAYANG KAMU!!

Gambarnya ngga nyambung

Friday 18 January 2013

Tentang Uni dan Perihal Baju Dinas


Kata-katanya sederhana. Tapi juga menusuk aku yang sebenarnya bukanlah objek sindiran Ayah pagi itu. Pagi yang berbeda ketika Ika adikku paling kecil sedang tidak dirumah, yang ada hanya aku dan Uni.

“baa ka bangga wak ko haa.. pagi-pagi anak wak lah pakai baju dinas sadoalah e.. baju dinas ayah ma?”

Mungkin yang mendengar hanya akan merasakan sedikit rasa bangga, tapi dari tiap penekanan disetiap katanya. Aku tau ayah sangat merasa bangga punya anak yang punya pakaian dinas. Aku memang tak pernah merasa apa yang aku raih aku dapatkan sendiri dengan kemampuanku, aku sangat sadar, ada bayang-bayang ayah yang selalu sedari dulu menopang aku yang rapuh, Ayah yang mengangkat aku tinggi-tinggi hingga aku dapat menjangkau semua mimpi yang ada dalam anganku.

Aku hanya tersenyum sedikit getir mendengar hal itu, disatu sisi aku sangat merasa bahagia, sempat melambungkan Ayah dalam sebuah rasa yang mungkin suatu hari dulu pernah ia impikan, ketika aku didekap dalam pangkuannya, mungkin ayah menatapku dalam ketidak tahuanku dulu, berharap aku menjadi seorang berguna, meski hanya untuk orang-orang yang berada disekelilingku.

Disisi lainnya itu hanyalah sindiran Ayah untuk uni, pagi itu baju dinas paginya masih tergantung rapi disalah satu paku yang menancap kedinding, baju itu berwarna biru, seragam Bank milik negara dan bisa dikatakan selalu berada digaris depan antara Bank besar lainnya.

Aku rasa sangat besar perjuangan uni untuk bisa mendaftarkan namanya disalah satu daftar absen pegawai di Bank itu. Dan bagaimanapun, tanpa sepenuhnya dia tahu, ada Ayah yang punya harapan besar ketika uni menjalani semua test dan berhasil menjadi salah satu yang terbaik. Uni selalu beruntung, dari dulu selalu berada dikalangan orang-orang terbaik.

Mungkin rasanya sangat menjengkelkan, ketika kita mulai merasa, ada tangan lain yang membantu setiap sukses yang kita rasa, tapi itu lumrahnya, tak ada orang yang sukses tanpa orang lain.

Maksud Ayah menyindir, hanya karena dia sedikit  kecewa dengan jalan yang telah dipilih uni. Jika berjalan lancar, usai pernikahannya nanti, uni ingin ikut calon suaminya yang bekerja di jakarta. Tapi jalan yang dipilih uni masih sangat lumrah, hal yang sangat wajar sekali untuk seorang wanita untuk ikut suaminya kemanapun suaminya akan pergi.

Beberapa bulan belakangan aku memang lebih banyak memilih diam, aku sudah terlalu masuk jauh dalam kehidupan uni, aku terlalu banyak mengaturnya, mungkin dia juga jengah. Mendengar cerca dari aku adiknya yang seharusnya tidak mengeluarkan kata-kata yang membuatnya sakit hati.

Siapa aku? Apa aku lebih mengerti dari dia?. Grade aku mungkin masih sangat jauh dibawahnya, apa yang aku katakan selama ini mungkin saja hanya sok tau agar terlihat hebat olehnya.

Yah aku hanya akan diam sampai semuanya benar-benar indah pada akhirnya, aku tau uni punya alasan yang kuat untuk memilih jalan yang bahkan ayah dan ibupun sedikit ada rasa kecewa dengan pilihan uni tersebut, mungkin memang berat bagi uni atas semua pilihan-pilihan yang mengelilingi uni bulan-bulan yang lalu, uni punya rasa cinta, uni punya lelaki yang benar-benar dia cintai, dan aku juga sangat yakin tak sedikitpun terniat dihati uni untuk mengecewakan ayah dan ibu, aku bisa lihat, ketika aku dan uni jauh dari rumah, setiap perpisahan dengan rumah bahkan hanya beberapa detik aku bisa lihat tatapannya yang rindu pada ibu, hatinya yang benar-benar mencintai ibu, aku bisa lihat itu.

Tapi hanya untuk disekedar diketahui, ayah ibu adalah orang paling demokratis didunia, selama itu masih benar-benar logis dalam fikirannya ayah dan ibu ngga akan pernah melarang apa yang anak-anaknya mau, kami dibiarkan saja berkembang sendiri tapi tetap dalam pengawasan dan bimbingannya yang sangat tegas, mungkin itu yang membentuk pribadi kami yang benar-benar dijadikan “orang” oleh ayah dan ibu.

Hari ini sudah nyaris sebulan setelah ayah resmi menikahkan uni dengan orang yang benar-benar telah sah menjadi suami uni dan kakak iparku. Dan lagi, rumah ayah dan ibu sepi lagi, perihal baju dinas, aku masih memakainya, dan senyum ayah selalu berbeda ketika aku mengenakan pakaian dinas itu, aku senang melihat senyuman itu, pakaian dinas uni, sudah dipensiunkan kedalam lemari.

Hari ini uni sudah dijakarta tinggal bersama suaminya, fase baru dihidupnya telah dimulai, waktu akan berangkat kejakarta kemaren ibu ikut mengantar uni kejakarta, dan aku sangat yakin. Dibandara ketika ibu akan pulang kembali kerumah, uni pasti nangis abis-abisan saat ibu sudah masuk kebandara. Uni masih cengeng dalam hal-hal seperti ini.

Selamat menempuh kehidupan yang baru ya uni, bersama pria beruntung yang telah uni pilih, semoga semuanya baik-baik saja, aku sama sekali ngga mau lagi nge-judge uni, aku punya pesan sederhana. Sangat sederhana untuk uni satu-satunya didunia, uni yang juga tempramen seperti ayah, uni yang suka menindas aku ketika masih kecil, uni yang berlagak bos ketika waktu kecil kita main bersama, uni yang juga sama keras kepalanya dengan ayah, dan ketika jauh dari rumah, ketika kita sama-sama kos dikota padang, uni juga sangat lembut seperti ibu, tapi tetap aku sangat tidak suka dipanggil “dik sayang..” -_- aku benci panggilan itu.

Uni tau kan? Apa yang terjadi dibulan-bulan sebelum pernikahan uni, mungkin tak perlu han jelaskan lagi apa yang terjadi, berkat kesabaran dan ketegaran uni semuanya alhamdulillah jadi lancar, memang ada sedikit kecewa dari orang-orang terdekat.

Jadi pesan sederhana han ialah. Jika banyak yang kecewa dengan jalan yang uni pilih, bahkan ayah dan ibu juga menyayangkan uni harus meninggalkan pekerjaan uni yang lumayan menjanjikan. Mulailah berfikir melingkar.

Sederhananya begini “Bahagiakan Ayah dan Ibu dengan jalan yang telah uni Pilih”.
Buktikan jalan yang uni pilih adalah jalan yang paling tepat untuk semuanya, untuk uni, suami uni, Ayah, Ibu dan semuanya. Jika hari ini mereka kecewa, buktikan suatu hari nanti mereka akan merasa lebih kecewa jika uni tidak memilih jalan yang telah uni pilih.

Sederhana ‘kan?
Ingat ini terus yah uni, bagaimanapun..
Han meminta pada uni,

BAHAGIAKAN AYAH DAN IBU DENGAN JALAN YANG TELAH UNI PILIH..