Friday 5 January 2018

Inspirasi dari kamar mandi

Aku adalah orang yang suka berlama-lama dikamar mandi, entahkah dengan tujuan mandi atau sekedar buang hajat (suatu saat akan aku perkarakan masalah bahasa hajat, kenapa hajat dibuang? Apa sebenarnya arti kata hajat itu sesungguhnya?). aku merasa ritual mandi-ku sama saja dengan orang lain pada umumnya, menyiramkan gayung demi gayung air membasahi seluruh badan, mengusap shampo ataupun sabun terlebih dahulu, dan menyiramnya lagi hingga bersih. Dan kemudian memakai handuk, aku tak pernah melakukan ritual lain semacam mencuci wajah dengan sabun-sabun tertentu, memakai vitamin rambut, atau hal-hal lain semacam itu.

Begitu juga dengan buang hajat, aku rasa sebagai manusia aku melakukan hal yang sama dengan apa yang orang lain lakukan, dan aku yakin gerakan dan mimik wajah dalam ritual membuang “hajat” tadi, yaa begitu-begitu saja. Atau ada orang lain yang melakukannya sambil tiduran? Jangan tanya aku, sama sekali aku tidak tau.

Lalu apa yang membuat aku begitu senang(?) berlama-lama dikamar mandi? Sebelum menjawab pertanyaan itu. Mungkin ada yang pernah dengar tentang “Robohnya Surau Kami”? ah! Orang-orang yang mencintai buku pasti tau tentang itu, salah satu kitab legendaris yang menjadi acuan literasi-literasi diera setelahnya, sebuah mahakarya seorang sastrawan hebat bernama AA Navis. Aku tau tentang Robohnya Surau Kami sudah semenjak lama, selalu ada kutipan-kutipan atau pertanyaan-pertanyaan tentang AA Navis dan Robohnya Surau Kami dalam setiap ujian kenaikan kelas Bahasa Indonesia, aku membaca Robohnya Surau Kami setelah tamat sekolah, tapi bukan hal ini yang sedang ingin aku bahas.

Konon katanya, AA Navis pernah terkena penyakit Varises. Aku tidak pernah searching tentang itu, yang aku tau hanyalah dahulu sekali ketika aku masih belasan tahun aku pernah ditegur oleh seorang guru olahraga karena duduk jongkok setelah lari beberapa kali keliling lapangan “Heh duduknya selonjor, habis lari ndak boleh jongkok nanti kamu Varises!” katanya mengingatkan, “Hah!? Varises apaan?” aku menyeletuk sambil duduk selonjor diatas rumput. “Varises itu, nanti keluar seperti urat gede-gede dibetis kamu” kata seorang teman yang mendengar aku nyeletuk. “Oh gitu ya?” dan pengetahuan aku tentang Varises hanya sebatas itu sampai hari ini.

Konon katanya tadi? AA Navis mendapatkan penyakit tersebut dikarenakan beliau sering termenung begitu lama dikamar mandi sambil berjongkok, ya! Dari beberapa cerita yang aku baca dan aku dengar, AA Navis seringkali mendapat inspirasi ketika beliau buang hajat dikamar mandi, hal ini yang beliau lakukan bertahun-tahun sehingga penyakit yang bernama Varises itu sempat menghampirinya. Lalu apa poin pentingnya?

Aku tak menyamakan diriku dengan seorang penulis legenda, tapi setidaknya aku adalah seorang penulis di-blog yang bagi orang lain ngga penting ini, dan rasanya kamar mandi adalah sebuah ruangan tempat semua kata-kata yang ingin aku sampaikan tersembunyi dan ingin dikeluarkan. Setiap apa yang aku rasa seharian, sebulanan atau tahunan baru bisa aku tuliskan ketika semua sudah tumpah dikamar mandi, ketika hajat dibuang entah kenapa inspirasi datang. Jadi kesimpulannya aku keluar dari kamar mandi bukan karena telah selesai membuang hajat, tapi karena aku sudah selesai dengan semua apa-apa yang menjadi inspirasi tersusun rapi dalam kepalaku, walaupun kadang sampai didepan tuts tuts keyboard semua buyar lagi.



04 Januari 2018,

Ini adalah hari kamis, aku baru saja pulang dari kota Padang, kembali lagi keharibaan Sicincin yang tercinta (April depan aku sudah 2 tahun disini) sicincin adalah sebuah daerah yang terletak dijalan utama Sumatera Barat yang menghubungkan Kota Padang dan Kota Bukittingi, jaraknya 40 Km dari kota Padang, Aku sedang bertugas disini sekarang, melebarkan jalan yang pada awalnya hanya 6 meter saja dijadikan 7 meter.

Tujuan aku menulis hanyalah, jika pada suatu saat nanti aku lupa. Aku bisa membaca lagi tentang semua apa yang aku catat, apakah itu cerita-cerita bahagia ataupun sedih juga tentang pelajaran-pelajaran apa yang bisa aku ambil setelah semua ujian kehidupan itu lewat, walau pada kenyataanya tidak disemua ujian aku bisa lulus.

Tentang 2017 yang telah lewat adalah menjadi tahun terburuk yang pernah ada dalam kehidupan aku, bukan karena keadaanya tapi karena perbuatanku sendiri sehingga tahun itu adalah tahun terburuk yang pernah ada, untuk beberapa alasan yang tidak bisa aku ceritakan semuanya.

Aku menjadi orang yang benar-benar egois tahun lalu, aku benar-benar menjadi manusia yang sombong dengan entah bagaimana caranya semua rencana yang aku buat pasti akan menjadi kenyataan pada akhirnya. Aku merasa semua kemudahan itu didatangkan karena doa-doa dikabulkan, yang tidak aku sadari beberapa dosa telah menutup doa-doa itu untuk bisa sampai kelangit, dan aku mengakali ketetapan yang ada, aku hanyalah makhluk yang gampang termakan tipu daya, rupanya kemudahan itu adalah ujian yang aku sadari pada akhirnya. Dan aku salah, aku juga kalah aku tak lulus ujian kali ini.

Ada banyak kesedihan yang aku lalui tahun itu, ada banyak benci yang menelan bulat-bulat hatiku sehingga aku tak lagi bisa mengendalikan diri sendiri. Ada banyak kesombongan dalam diri sehingga aku harus dijatuhkan, aku harus dipatahkan, bukan karena Allah benci makhluknya. Maha pengasih dan Maha penyayang itu berlaku selama-lamanya dengan jalan itulah pada akhirnya aku disadarkan.

Malam itu aku kelelahan, karena harus berfikir didepan layar komputer mengerjakan pekerjaan yang bertumpuk-tumpuk dan harus mengendarai sendiri kendaraan sepanjang jalan dengan pengemudi yang lumayan bar-bar termasuk diriku sendiri. Bukannya manja harus disetirin orang, tapi jika hanya sekali-sekali menyetir sendiri ya tidak apa, tapi jika telah kelelahan bekerja sampai malam dan pagi harus menyetir lagi sejauh itu dalam beberapa hari berturut-turut sudah saatnya aku pertanyakan, apa yang sebenarnya aku cari dalam pekerjaan ini? (suatu saat juga akan aku bahas perkara ini secara spesifik)

Didalam lelah, aku beranjak kedapur menyeduh segelas teh panas lalu bersiap untuk mandi, aku jarang sekali mandi sore apalagi malam. Tapi tampaknya tulang belulangku butuh asupan air, konon katanya dari empat elemen yang ada, tulang terbuat dari air. Kok bisa? Nanti dibahas lain kali.
Sampai pada akhirnya aku berdiri didepan sebuah ember yang seperempat isi lagi penuh, keran yang mengeluarkan air dan gayung biru ditangan kanan. Aku masih berdiri termangu masih berpikir panjang dan lebar tentang segala hal buruk yang terjadi akhir-akhir ini, yang aku sadari sendiri dikarenakan ulahku yang berlebihan juga.

Aku bertanya, kenapa aku bisa begitu semangat bangun pagi ketika aku sedang jatuh cinta? Tapi terakhir yang aku ingat shalat subuhku masih banyak yang bolong karena seringkali bangun kesiangan. Aku bertanya mengapa begitu sakit ketika hubungan kita dengan orang yang kita sayang harus berakhir? Katanya, Allah sudah tentukan jodoh, kenapa ketika keyakinanku pada seseorang begitu kuat harus dipatahkan begitu saja? Begitu mudahnya? Terakhir aku sadar mencintai berlebihan itu tidak baik.

Begitu banyaknya hal-hal negatif yang aku lakukan tahun lalu, aku sedikit tenang mendengarkan ceramah ustadz Hannan Attaki tentang sayangnya Allah menunggu dan menerima tobat-tobat hambanya yang sudah jauh melenceng dari jalan yang benar. Lalu aku umpamakan ampunan Allah itu serupa dengan pemberian maaf pada seseorang yang disayang. Tidak ada maaf yang lebih ikhlas dari itu rasanya, contohnya permintaan maaf anak kepada orang tua. Orang tua mana yang tak pernah memafkan anaknya. Kisah malin kundang tidak termasuk ya.

Masih berdiri memegang gagang gayung dan sebentar lagi air didalam ember bakalan penuh. Aku masih berfikir jauh, tentang doa-doa yang selalu aku panjatkan kepada Allah selepas shalat. Begitu egois doa-doaku, yang aku minta hanyalah pengampunan dosaku dosa orang tuaku, doa untuk nenek, doa untuk ilmu-ilmu yang bermanfaat, doa tentang rezki yang baik lagi halal dan banyak.

Aku hanya meminta untuk kebaikan aku sendiri, dan kebaikan hubungan aku dengan orang-orang yang aku sayang, tanpa sekalipun pernah terpikir sebaik apakah hubungan aku dengan Allah sendiri? Kepada pemilik semesta, yang akan mengabulkan doa-doa, yang menghidupkan dan yang mematikan.

Aku tak pernah memikirkan apakah hubungan aku dengan Allah baik-baik saja. atau dalam keadaan yang buruk, yang mana aku harus banyak meminta ampunan untuk semua yang aku kerjakan dan Allah larang. Aku begitu risau ketika hubungan aku dengan orang lain dalam keadaan buruk, tapi tak pernah peduli apakah hubunganku dengan Allah dalam keadaan baik-baik saja atau tidak.

Aku mulai mengguyur kepalaku dengan air, berharap Allah menghanyutkan semua dosa-dosa yang melekat padaku. Pertanyaan-pertanyaan itu semakin dalam masuk kedalam hatiku. Apakah aku sudah mengenal Allah sepenuhnya? Bahkan aku tak hafal 99 namanya, yang aku tau Allah Maha Besar, Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Bagaimana hubunganku selama ini baik jikalau nama-nama dan sifatnya saja aku tidak tau.

Aku pernah mendengar sebuah kutbah dimesjid dekat dengan kantor tempat aku bekerja sekarang, Mencintai tuhan dan mencintai makhluk itu adalah dua hal yang begitu berbeda. Bila diibaratkan pada tumbuhan Mencintai Allah adalah padi dan mencintai makhluk adalah rumput dipinggir jalan. 

Untuk mendapatkan beras kualitas utama, ada banyak hal menjadi aspek penting. Mulai dari bibit padi nomor satu, daerah yang subur, ditanam dengan rapi dirawat dengan baik, diberi pupuk, ketika menguning dijaga dari burung-burung yang sedang mencari rezki disana. Dan yang jelas Padi tidak akan pernah tumbuh bila tak ditanam. Sedangkan rumput adalah hal yang tak pernah diinginkan, bisa tumbuh kapan saja, bisa tumbuh dimana saja. Tanpa perlu ditanam, tanpa perlu dirawat. Bahkan ketika sudah dicabut sekalipun tak lama akan tumbuh lagi dengan sendirinya.

Mencintai Allah tidak serta merta langsung tertanam didalam hati, perlu ditanam dan ditumbuhkan serta perlu dirawat. Jika aku bertanya apakah kamu cinta Allah? Bisa sebutkan Asma-Asma Allah beserta artinya? Yang hanya 99 Nama. Baru aku tersadar, bagaimana mungkin  doa bisa sampai kepada Allah, jikalau tahap mengenal Allah saja belum! apalagi mencintai?

Mencintai makhluk bisa tumbuh kapan saja dan dimana saja, aku bisa saja jatuh cinta pada seorang wanita yang memberi makan kucing dipinggir jalan, tiba-tiba cinta itu tumbuh karena kebaikannya. Atau bisa saja tatapan mata yang tak sengaja bertemu membuat degup jantung tak karuan. Padahal aku sudah lama mendengar kutbah tentang mencintai itu. Tetapi kenapa baru sekarang aku sadar?Sepertinya aku telah terbalik, seharusnya aku menumbuhkan cinta pada Allah dulu, pada saatnya nanti akan tumbuh sendiri cinta pada makhluk yang barangkali tak perlu ditumbuhkan.

Sebelum doa-doa keegoisanku aku panjatkan, aku akan mulai lagi dengan sebuah doa pembuka. Kenapa aku selalu meminta orang-orang mencintaiku, Aku ingin melakukan segala hal baik hanya karena Allah, karena kecintaan hamba kepada Penciptanya.

Aku pernah mencoba untuk selangkah demi selangkah lebih baik, lalu aku jatuh

Aku ingin mencobanya lagi, dan semoga Allah memberi aku kesempatan menumbuhkan cinta kepada-Nya.


Source: Dokumentasi Pribadi

Ini adalah catatan berdosa dan patah hati atas apa-apa yang pernah aku lakukan tahun lalu, aku menulis ini hanya sebagai pengingat untuk diri sendiri. Bukan untuk menggurui orang lain. Jikalau ada yang salah dengan tulisan ini, mohon dikritisi dengan baik, mungkin dapat kita jadikan bahan untuk berdiskusi.

No comments:

Post a Comment