Tuesday 9 May 2017

Perahu Kayu

Lalu aku melambaikan tangan. Semilir angin kearah laut, membuat layarnya terus kembang melaju kencang semakin jauh ke tengah. Pada sebuah senja aku masih berdiri diam sambil menatap lamat-lamat bayang nya seperti menghilang ditengah samudera. Lalu hanya ada suara desis angin di telingaku, debur ombak seperti gemuruh yang menghantam kuat di dadaku, lalu ku tahan sambil terus berdiri diam. Sayup-sayup suara adzan maghrib serasa panggilan menyuruh ku pulang. Aku melangkah dari dermaga kayu itu, berhenti sejenak pada tumpukan kayu yang ingin aku jadikan perahu. Entah sudah berapa musim tergeletak disitu, tak pernah aku selesaikan. Di hatiku aku takut, hanya takut. Lalu dengan mata sembab aku pulang. Barangkali ibu sudah cemas menunggu dirumah, ini sudah maghrib ketiga. Tak ada yang lain lagi ditunggu selain diriku sendiri.


****

Selamat melangkah ke babak baru adikku. Semua kita tau, umur panjang yang Allah berikan akan membawa kita pada langkah-langkah besar seperti ini. Caranya sampai disana yang kita tak pernah tau, siapa yang akan menyangka umur kamu yang yang lebih muda empat tahun dari uda. Akan membawa cerita berbeda untuk kita semua. Tak perlu berandai-andai jikalau saja dahulu seperti apa, inilah yang terjadi pada akhirnya. Takdir itu telah dituliskan dengan tinta yang tidak bisa dihapus.

Dan ya, sampai pada akhirnya serah terima itu dilaksanakan. Ayah menyerahkan kamu kepada lelaki yang telah dipercaya nya bisa melindungi kamu, memberi kamu kasih sayang, seperti apa yang telah Ayah berikan selama ini ke kamu. Pukul empat sore setelah semua isak tangis permohonan maaf itu selesai. Seluruh tanggung jawab telah berpindah dari pundak Ayah ke pundak seorang lelaki yang akan kamu temani seumur hidup. Hari itu hari yang berbahagia untuk semua orang, hari yang semua orang tunggu-tunggu pasti.

Berlayarlah yang jauh, sampai pada akhirnya kalian berlabuh ditempat semua orang ingin tuju. Tempat orang-orang yang di ridhoi perjalanannya, tempat dimana itulah tujuan akhir dari perjalanan panjang ini. Hadapilah gelombang besar yang bisa saja menghantam setiap saat, tapi uda yakin kalian bisa menghadapinya.

Tau kapan waktu layar di kembang, tau kapan jangkar diturunkan atau diangkat, tau kapan waktu menikmati cahaya matahari ditengah perjalanan yang pastinya melelahkan. Kalian pasti bisa saling menguatkan, saling berbagi bahagia. Mengingatkan arah kemudi yang bisa saja melenceng dari arah yang sebenarnya. Perjalanan yang baru dimulai di hari itu. Lambaian tangan semua orang untuk bahtera kalian adalah ribuan doa keselamatan untuk perjalanan kalian ke depannya. Uda yang terakhir berada di pinggiran dermaga sambil terus mendoakan segala yang baik untuk kalian.

Selamat Bahagia
****

Perahu kayu sederhana ku belum selesai seutuhnya. Aku takut, aku ragu dan meragukan. Aku takut perahu yang aku bangun tidak kuat dihempas gelombang, aku takut riak-riak lautan membalikkan perahu yang aku bangun ini. Aku ragu dengan kemampuan navigasi ku sendiri, aku ragu dengan fisik ku yang tak kuat bertahan ditengah badai. Bahkan aku meragukan layar yang dijahitkan untukku itu tak kuat menahan hembusan angin hingga harus terkoyak ditengah samudera luas.

Atau aku terlalu banyak memikirkan omongan-omongan orang tentang ganasnya lautan lepas itu? Untuk yang terus saja bertanya-tanya. Aku akan menyelesaikan perahu kayu sederhana ku secepatnya. Aku terima tatapan sayu mata itu, cobalah lihat sembab mataku. Aku sedang melakukan usaha-usaha yang tidak terlihat.

Pada harinya nanti aku akan mengembangkan layar itu, berangkat ke laut lepas melihat lambaian-lambaian penuh doa itu beterbangan ke langit. Sekarang aku hanya sedang butuh sendiri. Menyelesaikan kayu-kayu yang telah bermusim-musin tertumpuk disini, terimakasih untuk semua yang datang setiap hari memberi saran dan membawakan makan siang ketika aku salah dan lelah membangun perahu kayu ini. Dan juga mata sembabku bukan untuk yang lewat setiap hari sambil terus mengolok-olok bentuk perahu ini, olokan itu seperti tiupan angin ditengah kebakaran. Membakar semangatku begitu hebat dan terimakasih yang banyak untuk itu.




Seharusnya ini adalah catatan bahagia tentang adikku yang telah resmi menjadi istri seseorang, tetapi aku ingin mengeluarkan resah yang bersarang dalam hatiku menjadi aksara-aksara yang hanya dapat aku baca nantinya. Jika ada yang bertanya apa rasanya menjadi diriku. Dan hei, aku baik-baik saja berada di posisi ini.

No comments:

Post a Comment