Banyak aku mendengar akan keluhan setiap orang, 80% dari keluhannya itu
ialah, merasa kehidupannya monoton, ada lagu yang bilang terjerat dalam sistem
industri, hanya terlahir, sekolah, bekerja dan akhirnya mati. Terfikir olehku
kehidupan yang bagaimana sih? Yang selalu mereka anggap monoton. Pernah ada
yang bercerita sih, kalo kerjaannya setiap hari, saat mentari terbit, dia
bersiap berangkat kekantor, melakukan aktifitas seperti biasa, sebagaimana
pekerjaannya setiap hari, hingga sore seluruh target kerjanya seharian selesai,
sudah waktunya untuk pulang, dan hal yang sama berulang kali ia lakukan setiap
hari, sampai akhirnya sampai pada sebuah titik limitnya, dan apa saat berada
dititik itukah yang monoton? Entahlah aku tak tau, terkadang disaat aku jenuh
akan semua pekerjaanku, aku juga mengatakan hal yang sama “betapa monotonnya
hidupku ini” terlahir, diperbudak perindustrian, diinjak, bahkan bekerja
melebihi waktu jam kerja, tentu semua ada batasnya, apa disaat berada dibatas
itu yang dinamakan monoton??
Aku rasa tidak, nyaris 5 bulan aku tak bekerja sama sekali,
menghabiskan waktuku sia-sia, aku hanya datang kekantor tanpa melakukan
apa-apa, malah terkesan hanya merepotkan orang-orang dikantor,dan disaat
seperti itu, meski banyak libur yang aku rasa, aku juga jenuh dan merasa bosan,
ingin sekali rasanya balik keproyek dan memulai kesibukan dengan bekerja
seperti biasanya, apa itu juga termasuk hal yang monoton, tidak melakukan
apa-apa, dan yang mana yang benar?
Bagiku, monoton itu kehidupan seseorang yang masih bergantung hidup
pada orang lain, tanpa melakukan apa-apa, bisa dibilang secara kasar
pengangguran yang tidak mau berusaha, dan malas, bagiku itu yang monoton,
setidaknya orang yang lelah bekerja itu, selalu punya pemikiran bahwasanya
betapa lebih lelahnya menjadi seorang pengangguran, benar terkadang dia hanya
bertanggung jawab akan dirinya sendiri, beban pikirannya jauh lebih berat
dibanding orang yang bekerja, suatu saat jika seseorang telah kehilangan
pekerjaannya, disaat itulah dia sadar hal yang mereka anggap monoton,
sebenarnya adalah hal yang sangat baik yang pernah ia lakukan.
Aku ingin berandai-andai,
Seandainya petani yang bekerja disawah punya suatu pemikiran bahwa
pekerjaannya monoton, bayangkan saja, pagi buta ia sudah bangun, mempersiapkan
peralatan sawahnya, bahkan sebelum matahari terbit terkadang dia sudah berada
diantara jalan setapak yang menuju sawahnya, membajak sawah, menanam padi, dan
mengurus semuanya, mulai dari merawat padi selama enam bulan, harus menjaga
padi sepanjang hari dari ribuan burung pipit yang selalu mencuri kesempatan
untuk bertengger diatas rumpun padi, dan itu ia lakukan setiap hari sepanjang
tahun dalam usianya,
Jika andaikan 50 % dari petani yang bekerja seperti itu sudah berfikir
dan menganggap dirinya monoton, sudahlah, harga beras akan melambung sangat
tinggi dan menjadi langka, lalu yang berprofesi tidak menjadi petani, mau makan
apa? Seperti itulah hasil dan jasa dari kerja petani yang terkadang setiap
orang berfikiran, hidupnya monoton, hanya berputar-putar disitu saja, tapi hal
monoton yang dia lakukan itu, membawa manfaat yang sangat besar bagi orang
banyak.
Dan disaat seseorang bekerja 5 hari dalam seminggu, melakukan hal yang
sama dalam pekerjaannya setiap hari, terkadang masih saja merasa hidupnya
sangatlah monoton, dengan alasan, hal itulah yang berulang kali dia lakukan
tiap minggu sepanjang tahun, tapi kalo difikir kembali, apa sebenarnya yang dia
inginkan? Disaat diberi pekerjaan bagus, dengan hitungan Cuma 5 hari dalam
seminggu, diawal dia akan merasa sangat bersyukur dengan apa yang telah ia
dapat, tapi beberapa bulan kedepan, dia mulai jenuh, dan berkata hidupnya
sangat monoton, lalu kemana rasa syukur yang dulu?, lantas apa keinginan dia
yang sebenarnya. Apa itu yang monoton? Itulah kewajiban, dia digaji untuk
pekerjaan monoton tersebut, toh disetiap hari libur, dia bisa bersenang-senang
dengan apa yang dia punya, hasil dari pekerjaan monotonnya, dan bagiku, ketika
aku mulai merasa hidupku monoton, disaat itulah aku ditampar oleh diriku sendiri,
kemana rasa syukurku sebanyak air yang ada disamudera dulu?.
Jika aku melakukan suatu hal berulang-ulang setiap harinya, tapi aku
tidak mendapatkan hasil dari kerja kerasku itu, disaat itulah aku merasa hal
monoton,
Tetapi ketika aku bekerja, melakukan hal yang sama berulang-ulang,
setiap hari sepanjang hidupku, dan aku bisa membahagiakan orang disekelilingku
atas kerja kerasku, dan lagi aku bisa mendapatkan apa yang aku inginkan hasil
dari pekerjaan yang berulang-ulang itu, menurutku itu bukanlah monoton, itu
hanya rasa jenuh, yang memang harus dihilangkan, dengan refreshing berlibur
dengan waktu tertentu, dan menyisakan waktu untuk tertawa bersama teman-teman,
karena monoton itu adalah nol, monoton itu tidak mempunyai nilai, jika masih
ada yang merasa hidupnya monoton, berfikiranlah, bahwa monoton itu yang
membayarmu, untuk mendapatkan apapun.
Itulah tuntutan hidup yang harus dijalani, “terlahir, sekolah, bekerja, mati” tergantung
individu kita, membuat skenario dengan rencana sebaik mungkin untuk melewati
semua fase itu, meski takdir itu sudah ditentukan. Tidak ada salahnya untuk
mencoba, karena Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, kalau bukan kaum itu
sendiri yang mulai merubahnya. Jadi manusia diberi pilihan, membuat jalan hidup
yang indah, dengan fikiran positif, atau membuat jalan hidup yang berantakan
karena selalu berfikiran buruk tentang segala hal sesuatunya.
Makna sebenarnya, diri sendirilah, yang membuat kita merasa hidup
monoton, padahal, hal yang monoton itu sebenarnya tidak ada. Monoton itu ada
ketika kita tidak melakukan hal yang berguna untuk kita dan orang lain, jadi..
monoton sama saja dengan tidak bersyukur, hehehe.
No comments:
Post a Comment