I’m an engineer,
butuh waktu panjang untukku bisa menyebut diriku seperti itu. Delapan tahun
bekerja aku hanya menyebut diriku seorang staf teknik pada pekerjaan ini. Yang
aku kerjakan juga hal-hal seperti itu saja, hal yang sangat mendasar tanpa
perlu banyak keahlian khusus sebagai seorang engineer. Pekerjaanku sendiri
tidak jauh dari tuts keyboard, gambar dan matematika, aku selalu berkutat
dengan angka hampir setiap hari, namun masih dengan pola-pola perhitungan
sederhana kabataku dengan logika-logika sederhana. Dari dulu aku tidak pernah
suka dengan yang namanya Matematika, tapi pendidikanku hampir setengah dari
mata pelajaran dalam kurikulumnya berhubungan dengan matematika, aku sekolah
kejuruan ditingkat Sekolah Menengah Atas, lalu langsung masuk dunia kerja dan
melanjutkan pendidikan teknik sipil sambil bekerja. Dan akhirnya 7/24 aku
berada ditengah matematika.
Adahal yang
mengusikku tentang persamaan pada matematika, tentang pertanyaan-pertenyaan
template dalam ujian latihan ataupun belajar harian ketika sekolah dulu.
Soal-soal seperti “Sederhanakanlah persamaan berikut ini.” Lalu kita mulai
menghitung apakah itu persamaan yang paling sederhana seperti persamaan aljabar
sampai dengan persamaan kuadrat, persamaan linear juga persamaan trigonometri.
Aku pernah menghabiskan waktu delapan jam sehari untuk memahami konsep dan cara
menyelesaikan semua persoalan itu sampai bertemu dengan bentuk paling sederhana
persamaan tersebut. Kadang menyenangkan dan kadang juga begitu menyebalkan.
Ketika belajar
disekolah kejuruan pada kelas satu, aku sudah diajarkan tentang dasar-dasar
mekanika teknik, salah satu pelajarannya bernama Statika. Mungkin kata statika
itu diambil dari kata statis yang bisa punya makna dalam keadaan diam atau
seimbang. Dari yang aku pelajari dan baca-baca kembali statika itu adalah ilmu
yang mempelajari tentang gaya-gaya yang bekerja pada sebuah sistem atau
struktur dalam keadaan diam atau statis (Seimbang). Nah loh bingungkan
bagaimana mungkin sebuah benda yang diam punya gaya-gaya tertentu yang bekerja
padanya. Output dari semua perhitungan tersebut tidak lain adalah 0 (nol). Jika
hasil akhirnya tidak nol berarti ada yang salah dengan konstruksi tersebut.
Menurut aku sendiri perhitungan tersebut tidak jauh berbeda dengan cara
menyederhanakan sebuah persamaan namun dengan angka dan arah logika yang lebih
jelas tujuannya. Hasil akhirnya adalah apakah struktur tersebut mampu menampung
beban yang sudah direncanakan. Sederhananya seperti itu. Jadi menurutku ini
hampir sama dengan menyerhanakan sebuah persamaan.
Namun dalam hal yang
akan aku ceritakan berikut, hasil akhir dari persamaan tersebut bukanlah tidak
ada atau nol. Tetapi lebih kepada bentuk paling sederhana dari sebuah
permasalahan.
Dua minggu yang
lalu, aku masih tertidur pulas ketika handphone ku berbunyi. Beberapa jam
setelahnya aku baru terbangun. Ada beberapa panggilan tak terjawab dari dua
orang teman lama. Ada apa dengan mereka tak biasanya menelepon pagi-pagi sekali.
Ternyata juga sudah ada beberapa pesan singkat masuk, dan aku mencari tau apa
yang sebenarnya sedang terjadi. Ternyata sedari pagi mereka mencoba menghubungi
aku untuk menemani mereka menjemput satu orang teman lagi yang sekarang berada
dikampung halamannya Alahan Panjang, sekitar 60 Km dari Kota Padang. Dia juga
adalah salah satu teman dekatku semenjak kami sama-sama terdampar di kota
Padang diumur yang masih 16 tahun.
Salah satu dari
mereka adalah Ryan, teman semenjak kami masih kelas 1 SD. Rasa-rasanya aku
pernah menceritakan kenapa kami berteman. Satunya lagi biasa saya panggil
titik, namanya Nova dan aku masih ada hubungan saudara dengannya, rada rumit
menjelaskan disini kenapa kami bersaudara. Ya anggap saja kami bersaudara. Dan
yang terakhir adalah orang yang akan dijemput namanya Sisil, aku tau dia
semenjak Mtsn sebaliknya dia juga begitu, kami tidak begitu akrab ketika itu.
Namun dikarenakan aku dan Sisil sekolah di kota Padang setelah lulus, akhirnya
entah kenapa kami menjadi begitu dekat sedekat-dekatnya.
Aku memang kuper dan
rada pendiam ketika masih sekolah di Mtsn, jarang sekali bergaul dengan
anak-anak lain meskipun dalam satu kelas. Ditambah rumah ku yang dekat sekali
dengan sekolahan, aku tidak pernah keluyuran sepulang sekolah. Jadinya aku
hanya akrab dengan teman-teman yang dekat dengan bangku aku duduk. Aku orang
yang suka sekali mengobrol tetapi tidak dengan orang-orang baru.
Waktu itu bulan
puasa, makanya aku malas-malasan untuk bangun pagi. Apalagi pekerjaan juga
tidak sedang banyak-banyaknya, jadi apa salahnya bersantai-santai selagi tidak
sibuk begini, jarang-jarang banget punya waktu luang banyak seperti itu.
Setelah selesai dengan ritual mandi dan segala macamnya. Handphone ku berdering
kembali, kali ini Sisil yang menelepon. Dia bilang mereka bertiga sedang dalam
perjalanan dari Alahan Panjang menuju Padang dan jika aku tidak ada pekerjaan
dan punya waktu luang. Mereka ingin aku juga ikut berkumpul, jalan-jalan,
nemenin mereka belanja di pasar, dan tentunya berbuka bersama karena memang
sudah lama banget ngga ketemu.
Aku orang yang entah
kenapa, malas menjawab iya pada pertanyaan pertama. Maka aku katakan padanya
aku sedang banyak pekerjaan, jadinya ngga bisa diganggu. Padahal aku juga
pengen pergi jalan dan ngobrol sama mereka karena sudah lama sekali tidak
bertemu. Setelah semua drama-drama itu, aku minta mereka menjemputku ke kantor
setelah sampai di Padang, sekalian menemani mereka belanja ke pasar entah untuk
keperluan apa.
Mereka sampai
dikantor sudah jam 04.00 sore. Dan udah ngga ada waktu lagi buat pergi belanja
ke pasar. Sehingga acara ke pasarnya ditunda besok, kami hanya punya waktu
untuk muter-muter sebentar di kota Padang dan langsung jalan menuju tempat
berbuka puasa yang juga di-booking
dadakan sore itu. Bertemu dengan teman-teman lama tak ada obrolan lain selain
mengenang masa lalu dan menyesali semua kebodohan-kebodohan masa lalu tersebut.
Rasanya sudah lama sekali aku tidak tertawa segembira itu. Tanpa terasa waktu
berlalu begitu cepat, secepat rasanya baru kemarin aku berkenalan dengan Ryan
dan kenyataannya aku sudah berteman dengannya selama 20 tahun, berteman dengan
Titik sedari kecil dan 12 tahun dengan Sisil. Sedang aku masih merasa bocah
kecil ibu ketika pulang kerumah. Aku tidak mau tahun sebanyak itu berlalu
begitu saja. Entah kenapa hari ini rasanya seperti berlalu begitu saja.
Bertemu dengan
mereka yang akhirnya membuat aku tau ternyata Ryan sudah melamar Sisil beberapa
bulan yang lalu. Ke Padang kali ini memang ada hubungannya dengan persiapan
rencana pernikahan mereka dan barangkali rindu bertemu karena emang Ryan
bekerja jauh diluar kota. Aku adalah salah satu saksi hidup bagaimana
perjalanan mereka bisa sampai pada posisi ini sekarang, mulai dari awal mereka
memutuskan untuk pacaran dan semua apa yang terjadi belasan tahun kemudian.
Mereka memulai kisahnya dari ingusan, sampai sekarang barangkali mereka sudah
menyiapkan diri untuk membereskan bocah ingusan mereka sendiri. Mereka adalah
dua orang terdekat dalam lingkaran persahabatan yang aku punya, saking dekatnya
ketika masih jaman mereka kuliah, seringkali aku ikut kalo mereka pergi pacaran
dan Ryan yang menjadi obat nyamuknya.
Dekat dengan mereka
dan tau mereka luar dalam kadang juga menjadi hal yang merepotkan untuk diriku
sendiri. Dalam rentang waktu belasan tahun tersebut bukan berarti hubungan
mereka baik-baik saja, dalam belasan tahun tersebut lama waktu mereka pacaran
mungkin bisa dihitung belasan bulan saja. Aku tau kapan mereka mulai pacaran,
kapan mereka putus dan dengan siapa saja mereka dekat ketika mereka tidak
pacaran. Meski tidak semuanya, aku tau Sisil dekat dengan siapa saja, pernah
pacaran dengan siapa saja atau suka pada siapa saja tanpa sempat bersama.
Begitu juga Ryan meski jarang cerita aku juga mendengar cerita-cerita dia dekat
dengan orang lain.
Pernah suatu waktu,
tiba-tiba Sisil meneleponku jam 04.00 pagi. Terisak bilang bahwa mereka baru
saja putus yang entah karena alasan apa, karena posisiku pada saat itu hanya
sebagi pendengar yang baik, karena mereka berdua adalah temanku tak seharusnya
aku memihak siapa yang salah. Setelahnya yang aku lakukan adalah duduk didepan
Sisil yang menangis terisak-isak disebuah toko eskrim dengan eskrim didepannya
yang sudah dilahap namun sama sekali tidak memperbaiki mood-nya sedikitpun.
Sedangkan aku duduk dengan penuh rasa bersalah karena pengunjung lain melihat
sinis kepadaku, seolah akulah pelaku yang membuat wanita didepanku menangis
terisak seperti itu. Aku lama-lama tak tahan, akhirnya mengajak Sisil pergi ke
tempat Karaoke dan semua sedih, kesal dan amarahnya tertumpah disana. Dia bebas
berteriak sesukanya. Setidaknya microphone itu lebih bagus untuk memperbaiki
mood-nya daripada eskrim tadi. Dan aku pulang dengan sedikit tenang, karena
Sisil pulang tidak dengan wajah ketika tadi aku menjemputnya, dia agak lebih
tenang aku lihat.
Hal menyebalkan lain
adalah, mereka memberitahuku secepat mungkin ketika mereka putus. Dan aku tidak
tahu apa-apa ketika ternyata mereka sudah bersama kembali. Sampai pada
puncaknya beberapa tahun lalu, ketika mereka sudah lulus kuliah. Aku tau kenapa
Sisil memilih mundur dari hubungan mereka dan Ryan menyerah begitu saja ketika
semuanya itu diakhiri. Sisil jauh lebih dewasa menanggapi hubungannya yang
berakhir begitu saja dibanding putus pada cerita-cerita sebelumnya. Dan Ryan,
aku tau persis seperti apa dilema yang dia rasakan sehingga dia menyerah atas
hubungan mereka. Ini konflik terberat mereka selama ini, aku sendiri melihat
ini seperti ini adalah titik terendah hubungan mereka, tidak pernah aku melihat
hubungan mereka seburuk ini sebelumnya.
Setelah selesai dari
tempat berbuka puasa, kami pindah ke sebuah pusat perbelanjaan dengan niat awal
adalah Titik dan Ryan pada mules dan butuh berkunjung ke toilet. Pada akhirnya
aku dan Ryan harus sabar menunggu cewek-cewek yang bermata hijau jika berada
didalam sebuah pusat perbelanjaan. Sembari menunggu mereka melihat baju,
sepatu, lipstik dan entah apalagi. Aku memulai pembicaraan yang begitu dalam
dengan Ryan. Aku sudah pernah bilang sebelumnya, jika ada beberapa cowok
berkumpul obrolan mereka ngga jauh-jauh dari bola dan seringkali nyerempet
kearah selangkangan. Namun kalo cowok lagi berdua dan ngobrol, obrolannya
pastilah sangat dalam.
Diawali dengan
pertanyaan kapan Ryan datang melamar dan bagaimana ceritanya. Aku diingatkan
lagi oleh Ryan ketika bulan November tahun lalu dia bertanya kepadaku,
bagaimana seharusnya bertemu dengan calon mertua dan harus ngomong apa aja
ketika berhadapan dengan mereka. Karena pada waktu itu aku sudah berada pada
tahap itu, dan aku pernah bercerita pada Ryan perihal ini. Meski semua
rencananya berantakan, setidaknya aku pernah berkenalan dengan orang-orang yang
membawa orang yang ingin aku jadikan istri kedunia pada waktu itu. Dan aku
selalu percaya pada maksud kenapa kita berkenalan dengan orang-orang tersebut.
Dan aku baru ingat ketika itu Ryan minta tips itu kepadaku, ternyata yang ingin
dia lamar waktu itu adalah Sisil.
Percakapan itu
akhirnya sama sekali ngga ngebahas hubungan mereka, Ryan bertanya lebih jauh
tentang kenapa hubunganku yang sudah pada tahap itu bisa berakhir. Aku memang
tidak pernah cerita pada Ryan, tapi aku pernah bercerita tentang ini pada Sisil
meski ngga secara menyeluruh. Mungkin dia sedikit tau tentang cerita ini, dan
sekaranglah saat yang tepat untuk tau lebih jauh bagaimana ini berakhir dan
seperti apa aku menyikapi semua kejadian tersebut. Akupun menceritakan semua dari
awal sampai akhir secara mendetail kepada Ryan, aku tidak tau Ryan punya mulut
ember atau tidak, aku hanya percaya padanya dan ini kali pertama aku merasa
nyaman bercerita kepada orang lain tentang masalah ini, aku juga pernah
bercerita pada beberapa orang namun aku tidak suka membahasnya berlama-lama.
Diakhir, ketika
cewek-cewek udah pada selesai liat-liat dan ngga ada barang belanjaan
sedikitpun, aku menutupnya, “Ya mungkin gini Yan, seperti apapun kita
bersikeras kalo bukan jodohnya. Ya ngga bakalan ketemu. Sedangkan dari cerita
lu bedua, sampai titik terendah sekalipun sampe kalian ngga berhubungan sama
sekali. Ya kalo jodoh, kalian bedua nemu jalannya tanpa perlu kalian cari sama
sekali” dan kami pergi muter-muter bentar sebelum mereka mengantarkan aku
pulang. Setelah hari itu entah kenapa aku bisa menerima semuanya dengan sedikit
lapang dada. Berkat kalimat terakhir aku jadi berfikir panjang dengan rentetan
kejadian belakangan ini. Dan hari ini jika ada yang bertanya kenapa hubungan
aku dan dia berakhir. Aku bisa menjawabnya dengan bentuk paling sederhana tanpa
perlu menjelaskan proses rumit sampai pada kalimat sederhana itu. “Mungkin
bukan jodohnya” sesederhana itu.
Tulisan ini untuk
kita bertiga, selamat menempuh hidup baru buat kalian berdua. Ada hutang sebuah
vlog yang harus dibayar, bahkan anak kalian akan lahir video-video tersebut
belum aku edit sama sekali. Dan tulisan ini juga untuk diriku sendiri yang
berhasil memecahkan sebuah persamaan yang rumit menjadi bentuk paling sederhana
dari sebuah persoalan. Ini sebagai bentuk penerimaanku akan garis-garis takdir
yang melukaiku dalam titik itu. Tak ada yang perlu disalahkan, tugas manusia
hanya untuk berdoa dan ikhtiar, perkara diberi atau tidak itu urusan tuhan.
Semoga kita selalu diberi kehidupan yang baik dalam senang ataupun sedih,
karena ada gaya-gaya yang bekerja dalam keadaan diam dan gaya-gaya itu punya
sifat positif dan negatif, itu yang membuat sebuah konstruksi seimbang. Dan hidup butuh keseimbangan.
No comments:
Post a Comment