Friday 29 March 2019

Tentang Persamaan pada Matematika


I’m an engineer, butuh waktu panjang untukku bisa menyebut diriku seperti itu. Delapan tahun bekerja aku hanya menyebut diriku seorang staf teknik pada pekerjaan ini. Yang aku kerjakan juga hal-hal seperti itu saja, hal yang sangat mendasar tanpa perlu banyak keahlian khusus sebagai seorang engineer. Pekerjaanku sendiri tidak jauh dari tuts keyboard, gambar dan matematika, aku selalu berkutat dengan angka hampir setiap hari, namun masih dengan pola-pola perhitungan sederhana kabataku dengan logika-logika sederhana. Dari dulu aku tidak pernah suka dengan yang namanya Matematika, tapi pendidikanku hampir setengah dari mata pelajaran dalam kurikulumnya berhubungan dengan matematika, aku sekolah kejuruan ditingkat Sekolah Menengah Atas, lalu langsung masuk dunia kerja dan melanjutkan pendidikan teknik sipil sambil bekerja. Dan akhirnya 7/24 aku berada ditengah matematika.
 
Adahal yang mengusikku tentang persamaan pada matematika, tentang pertanyaan-pertenyaan template dalam ujian latihan ataupun belajar harian ketika sekolah dulu. Soal-soal seperti “Sederhanakanlah persamaan berikut ini.” Lalu kita mulai menghitung apakah itu persamaan yang paling sederhana seperti persamaan aljabar sampai dengan persamaan kuadrat, persamaan linear juga persamaan trigonometri. Aku pernah menghabiskan waktu delapan jam sehari untuk memahami konsep dan cara menyelesaikan semua persoalan itu sampai bertemu dengan bentuk paling sederhana persamaan tersebut. Kadang menyenangkan dan kadang juga begitu menyebalkan.

Ketika belajar disekolah kejuruan pada kelas satu, aku sudah diajarkan tentang dasar-dasar mekanika teknik, salah satu pelajarannya bernama Statika. Mungkin kata statika itu diambil dari kata statis yang bisa punya makna dalam keadaan diam atau seimbang. Dari yang aku pelajari dan baca-baca kembali statika itu adalah ilmu yang mempelajari tentang gaya-gaya yang bekerja pada sebuah sistem atau struktur dalam keadaan diam atau statis (Seimbang). Nah loh bingungkan bagaimana mungkin sebuah benda yang diam punya gaya-gaya tertentu yang bekerja padanya. Output dari semua perhitungan tersebut tidak lain adalah 0 (nol). Jika hasil akhirnya tidak nol berarti ada yang salah dengan konstruksi tersebut. Menurut aku sendiri perhitungan tersebut tidak jauh berbeda dengan cara menyederhanakan sebuah persamaan namun dengan angka dan arah logika yang lebih jelas tujuannya. Hasil akhirnya adalah apakah struktur tersebut mampu menampung beban yang sudah direncanakan. Sederhananya seperti itu. Jadi menurutku ini hampir sama dengan menyerhanakan sebuah persamaan.

Namun dalam hal yang akan aku ceritakan berikut, hasil akhir dari persamaan tersebut bukanlah tidak ada atau nol. Tetapi lebih kepada bentuk paling sederhana dari sebuah permasalahan.


Dua minggu yang lalu, aku masih tertidur pulas ketika handphone ku berbunyi. Beberapa jam setelahnya aku baru terbangun. Ada beberapa panggilan tak terjawab dari dua orang teman lama. Ada apa dengan mereka tak biasanya menelepon pagi-pagi sekali. Ternyata juga sudah ada beberapa pesan singkat masuk, dan aku mencari tau apa yang sebenarnya sedang terjadi. Ternyata sedari pagi mereka mencoba menghubungi aku untuk menemani mereka menjemput satu orang teman lagi yang sekarang berada dikampung halamannya Alahan Panjang, sekitar 60 Km dari Kota Padang. Dia juga adalah salah satu teman dekatku semenjak kami sama-sama terdampar di kota Padang diumur yang masih 16 tahun.

Salah satu dari mereka adalah Ryan, teman semenjak kami masih kelas 1 SD. Rasa-rasanya aku pernah menceritakan kenapa kami berteman. Satunya lagi biasa saya panggil titik, namanya Nova dan aku masih ada hubungan saudara dengannya, rada rumit menjelaskan disini kenapa kami bersaudara. Ya anggap saja kami bersaudara. Dan yang terakhir adalah orang yang akan dijemput namanya Sisil, aku tau dia semenjak Mtsn sebaliknya dia juga begitu, kami tidak begitu akrab ketika itu. Namun dikarenakan aku dan Sisil sekolah di kota Padang setelah lulus, akhirnya entah kenapa kami menjadi begitu dekat sedekat-dekatnya.

Aku memang kuper dan rada pendiam ketika masih sekolah di Mtsn, jarang sekali bergaul dengan anak-anak lain meskipun dalam satu kelas. Ditambah rumah ku yang dekat sekali dengan sekolahan, aku tidak pernah keluyuran sepulang sekolah. Jadinya aku hanya akrab dengan teman-teman yang dekat dengan bangku aku duduk. Aku orang yang suka sekali mengobrol tetapi tidak dengan orang-orang baru.

Waktu itu bulan puasa, makanya aku malas-malasan untuk bangun pagi. Apalagi pekerjaan juga tidak sedang banyak-banyaknya, jadi apa salahnya bersantai-santai selagi tidak sibuk begini, jarang-jarang banget punya waktu luang banyak seperti itu. Setelah selesai dengan ritual mandi dan segala macamnya. Handphone ku berdering kembali, kali ini Sisil yang menelepon. Dia bilang mereka bertiga sedang dalam perjalanan dari Alahan Panjang menuju Padang dan jika aku tidak ada pekerjaan dan punya waktu luang. Mereka ingin aku juga ikut berkumpul, jalan-jalan, nemenin mereka belanja di pasar, dan tentunya berbuka bersama karena memang sudah lama banget ngga ketemu.

Aku orang yang entah kenapa, malas menjawab iya pada pertanyaan pertama. Maka aku katakan padanya aku sedang banyak pekerjaan, jadinya ngga bisa diganggu. Padahal aku juga pengen pergi jalan dan ngobrol sama mereka karena sudah lama sekali tidak bertemu. Setelah semua drama-drama itu, aku minta mereka menjemputku ke kantor setelah sampai di Padang, sekalian menemani mereka belanja ke pasar entah untuk keperluan apa.

Mereka sampai dikantor sudah jam 04.00 sore. Dan udah ngga ada waktu lagi buat pergi belanja ke pasar. Sehingga acara ke pasarnya ditunda besok, kami hanya punya waktu untuk muter-muter sebentar di kota Padang dan langsung jalan menuju tempat berbuka puasa yang juga di-booking dadakan sore itu. Bertemu dengan teman-teman lama tak ada obrolan lain selain mengenang masa lalu dan menyesali semua kebodohan-kebodohan masa lalu tersebut. Rasanya sudah lama sekali aku tidak tertawa segembira itu. Tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat, secepat rasanya baru kemarin aku berkenalan dengan Ryan dan kenyataannya aku sudah berteman dengannya selama 20 tahun, berteman dengan Titik sedari kecil dan 12 tahun dengan Sisil. Sedang aku masih merasa bocah kecil ibu ketika pulang kerumah. Aku tidak mau tahun sebanyak itu berlalu begitu saja. Entah kenapa hari ini rasanya seperti berlalu begitu saja.

Bertemu dengan mereka yang akhirnya membuat aku tau ternyata Ryan sudah melamar Sisil beberapa bulan yang lalu. Ke Padang kali ini memang ada hubungannya dengan persiapan rencana pernikahan mereka dan barangkali rindu bertemu karena emang Ryan bekerja jauh diluar kota. Aku adalah salah satu saksi hidup bagaimana perjalanan mereka bisa sampai pada posisi ini sekarang, mulai dari awal mereka memutuskan untuk pacaran dan semua apa yang terjadi belasan tahun kemudian. Mereka memulai kisahnya dari ingusan, sampai sekarang barangkali mereka sudah menyiapkan diri untuk membereskan bocah ingusan mereka sendiri. Mereka adalah dua orang terdekat dalam lingkaran persahabatan yang aku punya, saking dekatnya ketika masih jaman mereka kuliah, seringkali aku ikut kalo mereka pergi pacaran dan Ryan yang menjadi obat nyamuknya.

Dekat dengan mereka dan tau mereka luar dalam kadang juga menjadi hal yang merepotkan untuk diriku sendiri. Dalam rentang waktu belasan tahun tersebut bukan berarti hubungan mereka baik-baik saja, dalam belasan tahun tersebut lama waktu mereka pacaran mungkin bisa dihitung belasan bulan saja. Aku tau kapan mereka mulai pacaran, kapan mereka putus dan dengan siapa saja mereka dekat ketika mereka tidak pacaran. Meski tidak semuanya, aku tau Sisil dekat dengan siapa saja, pernah pacaran dengan siapa saja atau suka pada siapa saja tanpa sempat bersama. Begitu juga Ryan meski jarang cerita aku juga mendengar cerita-cerita dia dekat dengan orang lain.

Pernah suatu waktu, tiba-tiba Sisil meneleponku jam 04.00 pagi. Terisak bilang bahwa mereka baru saja putus yang entah karena alasan apa, karena posisiku pada saat itu hanya sebagi pendengar yang baik, karena mereka berdua adalah temanku tak seharusnya aku memihak siapa yang salah. Setelahnya yang aku lakukan adalah duduk didepan Sisil yang menangis terisak-isak disebuah toko eskrim dengan eskrim didepannya yang sudah dilahap namun sama sekali tidak memperbaiki mood-nya sedikitpun. Sedangkan aku duduk dengan penuh rasa bersalah karena pengunjung lain melihat sinis kepadaku, seolah akulah pelaku yang membuat wanita didepanku menangis terisak seperti itu. Aku lama-lama tak tahan, akhirnya mengajak Sisil pergi ke tempat Karaoke dan semua sedih, kesal dan amarahnya tertumpah disana. Dia bebas berteriak sesukanya. Setidaknya microphone itu lebih bagus untuk memperbaiki mood-nya daripada eskrim tadi. Dan aku pulang dengan sedikit tenang, karena Sisil pulang tidak dengan wajah ketika tadi aku menjemputnya, dia agak lebih tenang aku lihat.

Hal menyebalkan lain adalah, mereka memberitahuku secepat mungkin ketika mereka putus. Dan aku tidak tahu apa-apa ketika ternyata mereka sudah bersama kembali. Sampai pada puncaknya beberapa tahun lalu, ketika mereka sudah lulus kuliah. Aku tau kenapa Sisil memilih mundur dari hubungan mereka dan Ryan menyerah begitu saja ketika semuanya itu diakhiri. Sisil jauh lebih dewasa menanggapi hubungannya yang berakhir begitu saja dibanding putus pada cerita-cerita sebelumnya. Dan Ryan, aku tau persis seperti apa dilema yang dia rasakan sehingga dia menyerah atas hubungan mereka. Ini konflik terberat mereka selama ini, aku sendiri melihat ini seperti ini adalah titik terendah hubungan mereka, tidak pernah aku melihat hubungan mereka seburuk ini sebelumnya.

Setelah selesai dari tempat berbuka puasa, kami pindah ke sebuah pusat perbelanjaan dengan niat awal adalah Titik dan Ryan pada mules dan butuh berkunjung ke toilet. Pada akhirnya aku dan Ryan harus sabar menunggu cewek-cewek yang bermata hijau jika berada didalam sebuah pusat perbelanjaan. Sembari menunggu mereka melihat baju, sepatu, lipstik dan entah apalagi. Aku memulai pembicaraan yang begitu dalam dengan Ryan. Aku sudah pernah bilang sebelumnya, jika ada beberapa cowok berkumpul obrolan mereka ngga jauh-jauh dari bola dan seringkali nyerempet kearah selangkangan. Namun kalo cowok lagi berdua dan ngobrol, obrolannya pastilah sangat dalam.

Diawali dengan pertanyaan kapan Ryan datang melamar dan bagaimana ceritanya. Aku diingatkan lagi oleh Ryan ketika bulan November tahun lalu dia bertanya kepadaku, bagaimana seharusnya bertemu dengan calon mertua dan harus ngomong apa aja ketika berhadapan dengan mereka. Karena pada waktu itu aku sudah berada pada tahap itu, dan aku pernah bercerita pada Ryan perihal ini. Meski semua rencananya berantakan, setidaknya aku pernah berkenalan dengan orang-orang yang membawa orang yang ingin aku jadikan istri kedunia pada waktu itu. Dan aku selalu percaya pada maksud kenapa kita berkenalan dengan orang-orang tersebut. Dan aku baru ingat ketika itu Ryan minta tips itu kepadaku, ternyata yang ingin dia lamar waktu itu adalah Sisil.

Percakapan itu akhirnya sama sekali ngga ngebahas hubungan mereka, Ryan bertanya lebih jauh tentang kenapa hubunganku yang sudah pada tahap itu bisa berakhir. Aku memang tidak pernah cerita pada Ryan, tapi aku pernah bercerita tentang ini pada Sisil meski ngga secara menyeluruh. Mungkin dia sedikit tau tentang cerita ini, dan sekaranglah saat yang tepat untuk tau lebih jauh bagaimana ini berakhir dan seperti apa aku menyikapi semua kejadian tersebut. Akupun menceritakan semua dari awal sampai akhir secara mendetail kepada Ryan, aku tidak tau Ryan punya mulut ember atau tidak, aku hanya percaya padanya dan ini kali pertama aku merasa nyaman bercerita kepada orang lain tentang masalah ini, aku juga pernah bercerita pada beberapa orang namun aku tidak suka membahasnya berlama-lama.

Diakhir, ketika cewek-cewek udah pada selesai liat-liat dan ngga ada barang belanjaan sedikitpun, aku menutupnya, “Ya mungkin gini Yan, seperti apapun kita bersikeras kalo bukan jodohnya. Ya ngga bakalan ketemu. Sedangkan dari cerita lu bedua, sampai titik terendah sekalipun sampe kalian ngga berhubungan sama sekali. Ya kalo jodoh, kalian bedua nemu jalannya tanpa perlu kalian cari sama sekali” dan kami pergi muter-muter bentar sebelum mereka mengantarkan aku pulang. Setelah hari itu entah kenapa aku bisa menerima semuanya dengan sedikit lapang dada. Berkat kalimat terakhir aku jadi berfikir panjang dengan rentetan kejadian belakangan ini. Dan hari ini jika ada yang bertanya kenapa hubungan aku dan dia berakhir. Aku bisa menjawabnya dengan bentuk paling sederhana tanpa perlu menjelaskan proses rumit sampai pada kalimat sederhana itu. “Mungkin bukan jodohnya” sesederhana itu.

Tulisan ini untuk kita bertiga, selamat menempuh hidup baru buat kalian berdua. Ada hutang sebuah vlog yang harus dibayar, bahkan anak kalian akan lahir video-video tersebut belum aku edit sama sekali. Dan tulisan ini juga untuk diriku sendiri yang berhasil memecahkan sebuah persamaan yang rumit menjadi bentuk paling sederhana dari sebuah persoalan. Ini sebagai bentuk penerimaanku akan garis-garis takdir yang melukaiku dalam titik itu. Tak ada yang perlu disalahkan, tugas manusia hanya untuk berdoa dan ikhtiar, perkara diberi atau tidak itu urusan tuhan. Semoga kita selalu diberi kehidupan yang baik dalam senang ataupun sedih, karena ada gaya-gaya yang bekerja dalam keadaan diam dan gaya-gaya itu punya sifat positif dan negatif, itu yang membuat sebuah konstruksi seimbang. Dan hidup butuh keseimbangan.




No comments:

Post a Comment