Thursday 2 June 2016

Hey han! Lets write something


Barangkali cukup! untuk prolog ngga penting setiap kali ada postingan baru setelah berbulan-bulan diblog ini, alasannya yah pasti sibuk kerja. Tapi rasanya itu bukan alasan yang cukup tepat untuk tidak lagi menulis walau hanya beberapa paragraf. Saya sudah keluar dari sebuah proyek yang super duper sibuk dibandingkan dengan semua proyek yang saya pernah berpartisipasi didalamnya nyaris genap selama 6 tahun. Oh god, rasanya sebentar lagi mau UN, yaah kalo saya ngulang lagi dari SD saya udah lulus lagi tahun ini. Belum ada satupun postingan diblog ini nyaris 6 bulan. Setengah tahun ternyata. Entah kenapa terlalu banyak angka 6 disini, jika dilihat lagi kebelakang ini postingan pertama ditahun 2016 dan juga postingan pertama setelah 6 tahun ngeblog. Sebelum 2010 saya juga pernah bikin blog tapi ngga tau kemana.

Enam bulan bukan waktu yang sebentar, begitu banyak jejak barangkali yang sudah saya tapaki, begitu banyak benci, tawa, cerita, rencana yang barangkali hanya tinggal rencana. Yang saya tau 3/4 dari waktu 6 bulan tersebut saya habiskan duduk disebuah meja sudut kantor disebuah tempat yang bernama indarung. Tempat itu rasanya bukan lagi seperti sebuah kantor, tapi sudah seperti sebuah rumah karantina, rasanya kalo ini adalah sebuah kompetisi saya ngga pengen jadi juara, saya pengen kasih liat kemampuan terburuk saya sampai akhirnya sayalah yang tersisih antara semua kompetitor yang lain. Dan entah kenapa harapan saya terkabul. Kadang hal sekilas yang tampak buruk bisa jadi hal manis yang bakalan kita lalui. Entahlah.

30 maret yang lalu saya resmi keluar dari proyek tersebut, meskipun sampai tanggal 15 april saya masih disana menyelesaikan tanggung jawab sampai dengan akhir bulan tersebut. Sampai pada akhirnya saya kembali kepada haribaan kantor cabang yang tercinta. Kepala cabang yang dulu juga mantan project manager saya pada tahun 2011 yang lalu, bisa jadi tempat mencari alasan buat saya, sampai di sumatera barat ada proyek baru saya stay dicabang aja dulu. Dan alhamdulillah harapan saya kembali terkabul.

Kesibukan engga sampai disitu, skripsi yang kemaren-kemaren saya anggap remeh ternyata juga menyibukkan saya pada akhirnya. Saya pengen pulang tapi ngga jadi-jadi, tapi karena keponakan saya yang lucu yang dari dulu pengen saya kasih nama Rahil dan entah kenapa uni saya yang notabene maminya ponakan saya juga berinisiatif memberi nama itu, lucu kalau dipikir-pikir selucu ponakan saya yang lagi gencar-gencarnya mau belajar jalan waktu itu. Yaahhh Rahil pulang dari Jakarta itu yang membuat saya pulang pada minggu Awal yang padahal minggu depannya adalah long weekend. Saya rela long weekend membusuk dikantor ketika semua orang keluar dari kota padang demi pulang diminggu awal dan menghabiskan waktu dirumah berkumpul dengan keluarga.

Dihari terakhir saya dirumah waktu itu uni minta kita berempat yaitu kak Dez yang paling gede, Uni Mey nomer dua, dan yang ketiga adalah saya serta yang bontot Iqa. Kita foto bareng, hal yang paling jarang kita lakukan beberapa tahun belakangan ini. Semenjak uni ikut pindah suaminya ke Jakarta, dan saya sendiri semenjak 2007 udah jarang banget dirumah, kakak juga yang tinggal bersama istrinya membat intensitas pertemuan lengkap bisa dihitung dengan jari dalam satu tahun. Mengenaskan.

Sebenarnya itu hal yang biasa saja bila diceritakan, empat orang kakak adik yang udah jalanin hidup masing-masing terus foto bersama disebuah pagi. Tapi hal itu menjadi sebuah pembelajaran buat saya ketika beberapa hari yang lalu uni mengunggah foto tersebut diakun facebook-nya. Sebelum masuk kepokok pembelajarannya, saya mau bilang sesuatu. Entah zaman apa sekarang ini, ketika kita menyinggung sebuah sikap atau sifat atau apapun dalam kehidupan sehari-hari dengan agama, entah kenapa disebut orang sok suci. LOH!!! Dibenarkan atau tidak bahkan dalam islam sendiri, sampai dengan melangkah masuk kedalam kamar mandi ada aturannya, dengan kaki kiri terlebih dahulu. Bahkan sampai dengan hal itu diatur, lalu ketika menyinggungkan sebuah peraturan agama dalam keseharian kenapa dicap sok suci.

Sama halnya dengan adat, saya bukan orang yang fanatik dengan hal tersebut. Saya tidak sedang membanggakan ras saya minang. Tapi toh apapun peraturan adatnya, apapun undang-undang yang pernah ada, apapun idealisme yang diciptakan, bukankah semuanya buatan manusia? Lantas apakah salah besar sebagai manusia yang dibekali akal pikiran memilih dan memilah semua aturan dimana kita sedang berdiri. Diminang sendiri ada aturan jika lelaki-lah yang keluar dari rumah dan tinggal dirumah istrinya.

Saya tidak sedang menyalahkan uni, ikut suaminya kejakarta adalah kewajiban yang harus ia patuhi dan hal itu jelas-jelas ada aturannya didalam islam. Seorang lelaki harus patuh pada ibunya, dan seorang wanita harus patuh pada suaminya, dan dalam hal ini masih banyak peraturan yang mengatur dalam konteks tersebut tidak hanya sebatas patuh. Hal yang membuat saya terganggu adalah, yang dilakukan uni mengunggah foto berempat itu seperti sebuah paradoks, atau menjadi sebuah standar ganda dalam sebuah peraturan. Dalam dimensi ruang, jarak uni-lah yang paling jauh dari RUMAH, kenapa huruf kapital? Itulah nanti yang akan membedakan HOUSE dengan HOME.

Saya takut, pulang bukan lagi menjadi go home, tapi pulang sudah seperti go to grandma house. Saya tidak mau esensi pulang ke RUMAH orang tua menjadi seperti menghabiskan liburan dirumah nenek. Saya ingin esensi pulang tetap menjadi pulang seperti apa yang saya katakan ketika SD dulu, ketika saya menginap dirumah saudara ayah saya. Waktu itu saya merengek sepanjang malam hanya karena ingin diantar pulang ke RUMAH. Saya ingin esensi itu tetap ada, saya katakan pulang ketika selesai bermain bersama teman, saya katakan pulang ketika pulang ngaji hampir tengah malam untuk ukuran anak-anak. Saya ngga pernah ingin mendengar kata jarang ngumpul dengan semua anggota keluarga saya. Saya bukan alumni dari RUMAH itu, sampai hari ini dan selamanya saya adalah bagian dari RUMAH itu.

Uni, semisal uni membaca tulisan ini, hanafi ngga marah dengan uni sama sekali engga. Hanafi cuma sedih ketika menuliskan ini, kita bukan teman seangkatan yang jarang ngumpul. Hanafi ngga pernah ingin denger kata-kata itu. Walau pada kenyataannya memang seperti ini, Hanafi ngga pernah ingin denger kata-kata itu. Selamanya esensi pulang buat hanafi adalah pulang sebagai bocah kecil ibu yang kalau pulang dalam keadaan menangis bukan disayang tapi malah dimarahi. mungkin karena ini ketika dalam sebuah psikotest, dalam test menggambar pohon hanafi selalu mulai dari akarnya. Sedari dulu memang begitu.

Sekali lagi hanafi tidak menyalahkan siapa-siapa, walau memang seperti ini keadaanya. Hanafi ngga pernah mau denger kata-kata itu.

kita bukan alumni

1 comment:

  1. Jangan lupa mamak,,,,

    Tanggal PERTAMA setelah tanggal 10 di bulan 6 ini,

    ulang tahun PERTAMA nya Rahil (11 Juni 2016)

    ReplyDelete