Friday 13 March 2015

Lucu

Ada banyak hal terkadang didunia ini, yang dalam rentang waktu yang sangat sedikit, sesuatu hal dapat berbalik atau berubah arah, dan semua bisa saja terjadi dalam seketika, bahkan dalam satu kata ucapan, bahkan dalam satu milidetik, bahkan mungkin lebih singkat lagi.

Dulu, ada seorang anak yang baru masuk setelah masa orientasi sekolah telah berjalan nyaris setengah minggu. Sumpah gayanya belagu banget, atau mungkin cuma waktu itu hanya saya yang merasa demikian, dia ngga mungkin bisa rasain kalo dirinya semenyebalkan itu dimata saya. Rambutnya dicat berwarna kekuningan, dari face-nya emang ganteng banget sih, karena sampai pada akhirnya nanti dijurusan ngga populer yang saya punya hanya satu kelas sampai ke kelas 3, itupun bersyukur bisa lulus dengan siswa sebanyak 20 orang, padahal sekolah bertaraf internasional, tapi jurusan saya minoritas, dan beliau yang punya rambut kuning ini kelak bakalan jadi orang paling ganteng di kelas saya selama 3 tahun.


Gayanya yang sok gangguin satu-satunya makhluk manis di STM yang dengan catatan adalah senior yang tengah mengurus ospek anak-anak baru membuat saya merasa makin kesal melihat tingkahnya, di otak saya waktu itu hanyalah, siapa sih orang ini! Baru juga masuk sehari, udah sok-sok an banget tebar pesona ke satu-satunya senior atau siswi paling manis sesekolahan. Karena emang di STM ini cewek ya bisa diitung pake jempol! Bayangin, pake jari mah kebanyakan, pake jempol aja ngitungnya.

Toh sampai pada akhirnya, saya ngga pernah benar-benar tau orang yang paling menyebalkan itu menjadi sahabat terbaik yang pernah saya punya, entah butuh waktu berapa lama, sampai pada akhirnya yang saya ingat waktu itu hanya ketika kami berdua sudah ada di jembatan penyeberangan untuk pejalan kaki, beberapa ratus meter dari Sekolah dan beberapa puluh meter dari Kos-an saya, kami terjebak disebuah sore dengan langit mendung sebelah timur, beberapa menit yang lalu hujan turun dengan marahnya, dan sebelah barat samar hangat cahaya masih terasa dengan bercak warna jingga.

Kali kecil yang kami seberangi seperti ikut terbawa kemarahan hujan, mengalir kelaut dengan derasnya, membawa sampah-sampah orang-orang yang masih saja bandel membuang sampah ke sungai, mungkin hari ini luapannya belum menyentuh pintu rumah, tapi apa kita harus menunggu itu terjadi baru sadar bahwasanya jangan lagi buang sampah kesungai, cukup mengumpulkan dan membakarnya.

Saya sudah tidak begitu ingat kejadian sore itu, yang saya ingat hanya popok-popok bekas yang begitu bahagia hanyut terbawa arus, setiap beberapa menit kami berdua memperebutkan siapa yang lebih dulu menemukan popok-popok hanyut lainnya, dari situ keakraban itu dimulai, dari popok-popok yang berhanyutan di kali belakang sekolah. Begitu kami menyebutnya sampai hari ini, kalaupun beliau yang pernah berambut kekuningan itu membaca kisah ini, tentulah dia paham, bahwasanya saya sedang mepergunjing dirinya. Dia bukan teman buat saya, bukan juga sahabat, saya ingin hubungan itu seperti beberapa tingkat diatas itu!

Lucu bukan? Hal-hal semcam ini? Dan sepertinya belakangan ini hal yang sama terulang kembali,orang yang kurang saya suka tiba-tiba menjadi sosok yang rasanya cocok untuk diajak bermain bersama atau apapun itu halnya. Yang jelas rasa-rasanya hal yang sama terulang kembali. Hanya saja dikasus ini saya hanya menyesal telah menuduhkan apa-apa yang seharusnya tidak saya buruk sangkakan ke dia, melihat itu semua mungkin bagi dia saat ini menjalani hidup begitu beratnya diawal dulu, makanya dia ingin lakukan, dia ingin buktikan dia bisa jadi apapun dengan usahanya sendiri, meski sesal yang ia terima bertubi-tubi ketika kenyataan yang dia terima tidak sesuai ekpektasi.

Saya mengira hidup yang dia jalani itu mudah, tetapi kenyataannya dari yang saya lihat, hidupnya mungkin jauh lebih berat dari apa yang saya jalani, karena mungkin dia memang tipikal manusia yang kuat diciptakan tuhan. Entahlah, saya hanya merasa lucu. Memang kesalahan yang selalu membuat kita bisa mengerti letaknya kebenaran. Seringkali saya mengira orang-orang itu baik, tapi ternyata hanya topeng belaka, seringkali saya berpikiran buruk dengan orang-orang, tapi nyatanya mereka yang membentuk kepribadian saya, dan mereka punya andil yang cukup besar dihidup saya.


Barangkali ini seperti bercermin dari ucapannya mbah sujiwotedjo, yang bisa saja menjadi. Terkadang hidup sebercanda itu, mungkin alasan diciptakan kesalahan adalah, agar kita bisa selalu tau petunjuk yang benar menuju hal yan benar! Salah karena ketidak tahuan secara otomatis barangkali bisa membawa kita pada hal yang benar! Mungkin jika tidak ada kesalahan kita tak pernah tau kurangnya dimana! Dan dimana letaknya kebenaran! Entahlah analisa konyol dan ngga jelas saya keluar lagi. Tapi barangkali ada maaf untuk kesalahan atas nama ketidaktahuan! Tetapi tidak untuk kesalahan yang diulang.