Ada
banyak hal terkadang didunia ini, yang dalam rentang waktu yang sangat sedikit,
sesuatu hal dapat berbalik atau berubah arah, dan semua bisa saja terjadi dalam
seketika, bahkan dalam satu kata ucapan, bahkan dalam satu milidetik, bahkan
mungkin lebih singkat lagi.
Dulu,
ada seorang anak yang baru masuk setelah masa orientasi sekolah telah berjalan
nyaris setengah minggu. Sumpah gayanya belagu banget, atau mungkin cuma waktu
itu hanya saya yang merasa demikian, dia ngga mungkin bisa rasain kalo dirinya
semenyebalkan itu dimata saya. Rambutnya dicat berwarna kekuningan, dari face-nya
emang ganteng banget sih, karena sampai pada akhirnya nanti dijurusan ngga
populer yang saya punya hanya satu kelas sampai ke kelas 3, itupun bersyukur
bisa lulus dengan siswa sebanyak 20 orang, padahal sekolah bertaraf
internasional, tapi jurusan saya minoritas, dan beliau yang punya rambut kuning
ini kelak bakalan jadi orang paling ganteng di kelas saya selama 3 tahun.
Gayanya
yang sok gangguin satu-satunya makhluk manis di STM yang dengan catatan adalah
senior yang tengah mengurus ospek anak-anak baru membuat saya merasa makin
kesal melihat tingkahnya, di otak saya waktu itu hanyalah, siapa sih orang ini!
Baru juga masuk sehari, udah sok-sok an banget tebar pesona ke satu-satunya
senior atau siswi paling manis sesekolahan. Karena emang di STM ini cewek ya
bisa diitung pake jempol! Bayangin, pake jari mah kebanyakan, pake jempol aja
ngitungnya.
Toh
sampai pada akhirnya, saya ngga pernah benar-benar tau orang yang paling
menyebalkan itu menjadi sahabat terbaik yang pernah saya punya, entah butuh
waktu berapa lama, sampai pada akhirnya yang saya ingat waktu itu hanya ketika
kami berdua sudah ada di jembatan penyeberangan untuk pejalan kaki, beberapa
ratus meter dari Sekolah dan beberapa puluh meter dari Kos-an saya, kami
terjebak disebuah sore dengan langit mendung sebelah timur, beberapa menit yang
lalu hujan turun dengan marahnya, dan sebelah barat samar hangat cahaya masih
terasa dengan bercak warna jingga.
Kali
kecil yang kami seberangi seperti ikut terbawa kemarahan hujan, mengalir kelaut
dengan derasnya, membawa sampah-sampah orang-orang yang masih saja bandel
membuang sampah ke sungai, mungkin hari ini luapannya belum menyentuh pintu
rumah, tapi apa kita harus menunggu itu terjadi baru sadar bahwasanya jangan
lagi buang sampah kesungai, cukup mengumpulkan dan membakarnya.
Saya
sudah tidak begitu ingat kejadian sore itu, yang saya ingat hanya popok-popok
bekas yang begitu bahagia hanyut terbawa arus, setiap beberapa menit kami
berdua memperebutkan siapa yang lebih dulu menemukan popok-popok hanyut
lainnya, dari situ keakraban itu dimulai, dari popok-popok yang berhanyutan di
kali belakang sekolah. Begitu kami menyebutnya sampai hari ini, kalaupun beliau
yang pernah berambut kekuningan itu membaca kisah ini, tentulah dia paham,
bahwasanya saya sedang mepergunjing dirinya. Dia bukan teman buat saya, bukan
juga sahabat, saya ingin hubungan itu seperti beberapa tingkat diatas itu!
Lucu
bukan? Hal-hal semcam ini? Dan sepertinya belakangan ini hal yang sama terulang
kembali,orang yang kurang saya suka tiba-tiba menjadi sosok yang rasanya cocok
untuk diajak bermain bersama atau apapun itu halnya. Yang jelas rasa-rasanya
hal yang sama terulang kembali. Hanya saja dikasus ini saya hanya menyesal
telah menuduhkan apa-apa yang seharusnya tidak saya buruk sangkakan ke dia,
melihat itu semua mungkin bagi dia saat ini menjalani hidup begitu beratnya
diawal dulu, makanya dia ingin lakukan, dia ingin buktikan dia bisa jadi apapun
dengan usahanya sendiri, meski sesal yang ia terima bertubi-tubi ketika
kenyataan yang dia terima tidak sesuai ekpektasi.
Saya
mengira hidup yang dia jalani itu mudah, tetapi kenyataannya dari yang saya
lihat, hidupnya mungkin jauh lebih berat dari apa yang saya jalani, karena
mungkin dia memang tipikal manusia yang kuat diciptakan tuhan. Entahlah, saya
hanya merasa lucu. Memang kesalahan yang selalu membuat kita bisa mengerti
letaknya kebenaran. Seringkali saya mengira orang-orang itu baik, tapi ternyata
hanya topeng belaka, seringkali saya berpikiran buruk dengan orang-orang, tapi
nyatanya mereka yang membentuk kepribadian saya, dan mereka punya andil yang
cukup besar dihidup saya.
Barangkali
ini seperti bercermin dari ucapannya mbah sujiwotedjo, yang bisa saja menjadi.
Terkadang hidup sebercanda itu, mungkin alasan diciptakan kesalahan adalah,
agar kita bisa selalu tau petunjuk yang benar menuju hal yan benar! Salah
karena ketidak tahuan secara otomatis barangkali bisa membawa kita pada hal
yang benar! Mungkin jika tidak ada kesalahan kita tak pernah tau kurangnya
dimana! Dan dimana letaknya kebenaran! Entahlah analisa konyol dan ngga jelas saya
keluar lagi. Tapi barangkali ada maaf untuk kesalahan atas nama ketidaktahuan!
Tetapi tidak untuk kesalahan yang diulang.