Friday 30 September 2011

Kisah sedih penghujung september.

Siapa kira-kira yang masih ingat dengan kejadian 30 september 2009, september paling suram yang pernah terjadi dikota padang, sebagian jantung kota remuk redam, malam paling dingin yang pernah aku rasa dikota padang, saat harus tidur dalam garasi yang tak berdinding, karena kos-kosan aku sudah tak layak lagi untuk dihuni, ketika dulu aku hanya melihat sebuah musibah hanya dalam tayangan televisi, hari itu aku merasakan sendiri, gempa besar yang terjadi, rumah dan gedung-gedung yang runtuh hanya dalam hitungan detik, jalanan retak, semua benar-benar kacau, orang-orang berlarian dengan tujuan yang tidak jelas, teriakan, tangisan, melihat secara langsung orang terjepit reruntuhan bangunan, kabel listrik yang putus dan berserakan ditengah jalan, sudah tak ada lagi sinyal handphone. 30 september 2009 16:00 Seperti biasa, aku dan semua anak-anak kos selalu ngalor ngidul ngga jelas didepan kos, ketawa-ketawa dengan jokes yang ngga jelas juga, ade adik kelasku yang biasa membuat canda tawa itu terasa hangat, karena dia sosok yang lumayan lucu, sore itu aku memotong kuku ku sambil terus ngobrol dengan anak-anak kos yang lain, sampai akhirnya aku berfikiran untuk pergi membeli gelang kedaerah permindo, terletak tepat dipusat kota, aku mengajak adik kelasku yang biasa aku panggil ucup, dia sudah aku anggap adikku sendiri, setiap tingkah polahnya, nyaris mirip denganku, sampai selera musik, film dan sebagainya sama semua, bisa dikatakan apa yang aku suka, dia pasti suka, dan apa yg dia suka aku juga akan suka. Tak ada kata penolakan darinya, entah angin apa yg membuat itu semua berjalan, hanya aku dan dia saja yg punya keinginan besar untuk pergi kepusat kota, untuk membeli sesuatu yang sama sekali benar-benar tidak penting, tanpa basa-basi kita siap-siap dan berangkat, naik angkot beberapa belas menit, dari pasar raya padang, jalan lagi beberapa ratus meter kepermindo tempat dimana semuanya assesoris ngga jelas itu ada, tak berapa lama sampailah didepan sebuah toko busana, didepannya tersebut ada sebuah lapak pedagang kaki lima dengan segala macam assesorisnya yang digantung-gantung ngga jelas, aku dan ucup pun mendekat kearah itu, karena dagangan orang itu sangat rame, beberapa saat melihat, ada yang menarik perhatianku, dan aku ingin memegang gelang yang itu, belum sempat gelang itu tersentuh olehku, kakiku gemetar, serasa beton yang aku injak ingin retak dan naik keatas. Aku sadar ini gempa, gempa yang beberapa kali belakangan ini terjadi, tapi ada yang aneh dengan gempa ini gerakan vertikal dengan sangat kencang, aku melihat keatas takut ada sesuatu menimpa kepalaku, ucup langsung memegang tanganku dan menarikku ketengah jalan raya, semua mulai panik, gempa yang awalnya bergerak vertikal menjadi horizontal, semakin lama semakin kencang, semua orang yang ada ditempat itu panik berlarian tanpa ada tujuan yang jelas, teriakan, tangisan, ratapan, dan air mata bercampur dalam rasa panik dan ketakutan, semua kacau balau, hal yang selama ini terkadang hanya bisa aku lihat dari sebuah film, kini nyata dihadapanku, sebuah hotel plaza yang tepat berada dipinggiran jalan itu, bergetar, dan menjatuhkan beberapa runtuhan, aku melihat sendiri beberapa pegawainya yang lari keluar terlihat panik dan ada yang kepalanya mengeluarkan darah tertimpa reruntuhan beton, tiang listrik terombang ambing kekeri dan kanan, kabelnya putus dan berserakan ditengah jalan, travo-travo besar diatas tiang listrik berjatuhan menimpa mobil-mobil yang sedang parkir dbawahnya, beberapa jalanan retak, rasanya aku sudah tak kuat lagi berdiri, kepalaku pusing aku ingin duduk, tapi ucup memegang tanganku sangat erat, hingga aku tak bisa apa-apa. Beberapa detik kemudian, gempa berhenti, aku bilang kepada ucup untuk lari kearah jati, karena posisi aku dan ucup saat itu, sangatlah dekat dengan pantai, aku takut beberapa menit kemudian akan terjadi tsunami, aku dan ucup berlari kearah jati, melewati jalan ratulangi. Dalam perjalanan itu aku menyaksikan dengan mataku sendiri, dipusat kota, banyak sekali toko, luluh lantak hanya dalam hitungan detik, aku sudah tidak tau lagi berkata apa, Aku melihat ada 1 keluarga didalam sebuah mobil mini bus, terjepit beton rumahnya sendiri, dan klakson mobil itu terus saja berbunyi, aku bingung melihat semua kejadian itu, apa yang semestinya aku lakukan, Juga terlihat jelas beberapa monumen disetiap simpang jalan berjatuhan, seorang bapak tua penjual buah-buahan memungut, dagangannya yang berserakan dipinggiran jalan, rumah sakit M.djamil yang ada dijati, dipenuhi mungkin nyaris ribuan orang, beberapa perawat aku lihat sibuk menyelamatkan pasien yang ada didalam gedung yang runtuh, banyak lagi yang datang kesana aku lihat akibat gempa, macet luar biasa dijalan yang sungguh sangat sempit itu, Yang aku fikir, sungguh besar jasa perawat itu, ia melakukan pekerjaannya, walau sama sekali dia tidak tau, bagaimana kabar keluarganya dirumah. Aku dan ucup pulang kekosan dengan berjalan kaki, sejauh 4km, karena sudah tak ada angkot lagi, hanya reruntuhan yang aku lihat sepanjang jalan, semua berantakan, semua sudah tak beraturan lagi, semua terasa sepi, tak ada yang berjualan lagi, semuanya benar-benar terasa seperti kota mati, Sesampai dikos semua anak-anak kos langsung bersorak mengucap syukur, karena mereka lega, tau kalau aku dan ucup selamat. Aku langsung masuk kedalam, semuanya benar-benar hancur berantakan, dinding dan lantai retak tak karuan, lantainya juga sudah tidak rata lagi, galon berserakan dimana-mana, begitu juga dengan rumah ibuk kos ku, rumah yang biasanya kami anak kos dimarahi bila masuk memakai sendal, untuk malam itu ibuk kos menyuruh memakai sendal untuk masuk dalam rumahnya, karena lemari kacanya yang besar jatuh dan pecah, begitu juga dengan pajangan-pajangan yang terbuat dari keramik, benar-benar tak karuan. Malam berlanjut, cuaca yang tadinya gerimis mulai hujan, membasuh luka kota padang, menghanyutkan darah-darah korban dari gempa tersebut, malam itu sangat dingin, hujan semakin lama semakin lebat, disertai angin kencang yang tak karuan, dan beberapa gempa susulan kecil yang terus saja mengusik tidur kami yang dalam ketakutan, yang aku ingat hanyalah, ibu sudah pasti tak karuan dirumah, jikalau sudah tau dari televisi bagaimana keadaan kota padang malam ini, tapi perasaanku bilang, semuanya baik-baik saja. Malam kelam itu terlewati juga, pagi yang sangat sunyi datang membawa sedikit harapan, meski awan masih gelap dan menitikkan air hujan, perut kami semua mulai keroncongan, sudah tak ada lagi yang bisa dimakan, orang berjualanpun sudah tak ada, lebih baik mereka menyelamatkan diri dan berkumpul dengan keluarga dari pada berjualan, nyaris 1km kami berjalan kaki mencari makanan, tetap kota padang seperti kota mati, entah ada angin apa tiba-tiba sebuah bus jurusan kekampungku lewat dihadapan kami, kami yang rata-rata jalur rumahnya searah, langsung naik kemobil itu, yang ternyata masih kosong, tanpa menunggu kesempatan kami langsung naik, kami sudah ingat pulang, sepertinya rasa ingin pulang ini mengalahkan rasa lapar kami. Sepanjang jalan, hanya reruntuhan bangunan yang terlihat, jalanan retak, untung saja tidak ada jembatan yang runtuh, sampai akhirnya tiba disebuah tempat yang masih 40km lagi dari rumahku, disana terjadi longsor, hingga terjadi kemacetan panjang dan sangat tidak mungkin untuk bus sebesar itu melanjutkan perjalanan, hingga ia memutuskan untuk menurunkan semua penumpang ditempat itu dan mencari mobil lain untuk pulang. Sejauh itu hanya tinggal aku berdua dengan eby adik kelasku, kebetulan kita berdua satu kabupaten, namun beda kecamatan, aku melanjutkan perjalanan dengannya dengan berjalan kaki beberapa kilo, hingga sampai disimpang padang sawah, disana kita menunggu tumpangan untuk pulang, tak ada yang bisa memberi tumpangan, akhirnya aku dan eby mendapat tumpangan dari sebuah mobil pick up, distributor telur, mobilnya penuh dengan telur ayam, diapun bersedia memberikan kami tumpangan, namun hanya sampai kesimpang tiga, dari sana masih 10 km lagi kerumahku, akupun langsung menuju rumah abangku yang beristri orang sana, sesampainya disitu, istri abangku bilang, kalo abangku pergi kepadang pakai motor, memastikan aku dan uni meri baik-baik saja, namun aku sudah sampai dipasaman, akupun meminta agar seseorang mengantarku pulang dirumah, ada seorang sepupu istri abangku itu yang mengantarku pulang kerumah memakai motor. Sesampainya didepan rumah, aku melihat ayah sedang berjalan keluar dari rumah, sambil melipat lengan kemeja panjangnya, dia menatapku, wajahnya yang terlihat khawatir tampak lega melihatku, dia berteriak memanggil ibu, seraya berlari kecil mengejarku, kepinggir jalan raya, sesampainya didekatku, dia langsung memegang tanganku, hal yang sangat berbeda yang dia lakukan ketika aku pulang, aku sangat terharu, dia bilang "alhamdulillah kamu selamat, uni mana?" Tanya nya padaku, aku memang tak sempat memastikan keadaan uni ku, karena dipadang jaringa telfon maupun sinyal handphone sudah tak ada, tapi ayah bilang uni sudah menelfon, melalui telfon rumah, karena sepertinya jaringan telfon rumah tidak terganggu. September 2011 Bulan september 2011 ini mungkin akan segera berakhir, bulan yang aku rasa jauh lebih berat dibanding september 2 tahun yang lalu, Diawali dengan merusak acara wisuda uni ku tanggal 10 yang lalu, aku tak ingin membahasnya, tapi aku ingin meminta maaf pada uni, dihari yang hanya akan ia rasakan sekali seumur hidupnya, aku membuat ulah dan membuat ia meneteskan air mata dihari yang harusnya dia dijadikan ratu, dan membuat senyum diwajahnya, tapi aku memang keras kepala, sifat yang aku dapat dari ayah, kenapa aku harus dapat sifat buruknya, kenapa aku tidak dapat sikapnya yang pantang menyerah dalam bekerja, entahlah. Hari itu aku bertengkar hebat dengan ayah, disela-sela acara yang harusnya penuh dengan canda tawa. Maaf uni aku merusak segalanya. Tapi aku ingin menangis melihat apa yang telah dikorbankan ibu beberapa bulan sebelum acara ini dimulai. Dan ayah tetap saja bersikukuh dengan sikap keras kepalanya itu. Bahkan aku membuat tidak ada foto kelurga dihari itu. Aku hanya mencoreng wajah uni dimuka teman-temannya, rasa malu yang mungkin tak tertanggung lagi, tapi aku keras kepala seperti ayah, dan aku tetap pada pendirianku. Beberapa hari sebelum hari wisuda itu, pamanku meninggal dunia, aku memang jarang berinteraksi dengannya, aku hanya bertemu dengannya ketika shalat jum'at dan wirid pengajian dikampungku, serta sesekali bertemu ketika aku kebetulan lewat didepan rumahnya, tapi aku selalu bersalaman dengannya, senyumnya yang sangat lugu, jalannya, dan tutur katanya, sangat melekat jelas dalam benakku, masih teringat jelas diotakku september 2 tahun lalu, ketika aku sedang bercerita dengan ayah, apa yang terjadi dikota padang, persis sehari setelah gempa, sore ketika aku sudah berada dirumah, paman berjalan kaki bersama bibi, karena mereka tidak punya kendaraan, dari kejauhan terlihat sangat tergesa, dengan mimik wajah sangat panik, sesampai didepan warung milik ayahku, dia langsung memegangku dengan mata berbinar ingin mengeluarkan air mata dan menciumku, dia khawatir terjadi apa-apa denganku, diwajahnya terlihat agak tenang setelah tau kalau aku selamat dari musibah itu. Dan september tahun ini, dia, pamanku, pergi meninggalkan kami semua untuk selama-lamanya. Aku sangat sedih. Beberapa hari setelah itu, aku berangkat kepalembang, melanjutkan pekerjaanku didaerah martapura, selang hanya beberapa hari disini, aku dapat sms dari siska adikku, kalu mak uwo, begitu kami biasa memanggilnya, guru mengajiku, sudah meninggal dunia, bulan september, aku sangat merasa sedih, dialah sosok yang bisa membuatku fasih membaca alquran lengkap dengan segala macam tajwidnya, didikannya memang keras, tapi semua itu terbukti, rombongannya yang ikut MTQ sangat ditakuti, bahkan beberapa muridnya selalu menang ditingkat provinsi. Mak uwo pulalah yang membuat aku bisa belajar tilawah, dan tartil, bahkan aku sempat ikut MTQ tingkat kecamatan meski hanya mendapat juara harapan 1, tapi itu sangat memuaskan aku. Dibenakku masih sangat jelas, saat aku mengisi malamku diwaktu masih sd dimushalla yang ia bangun sendiri, belajar mengaji dengan teman-teman lainnya, membayar dengan bayaran yang sangat-sangat murah, hanya 2500 perminggu dan perkeluarga, adapun 7 orang ngaji disitu, tapi semua kakak adik, tetap bayarnya hanya 2500 saja, dengan uang segitu bisa dapat ilmu yang sangat-sangat bermanfaat, malam minggu anak lelaki tidur dimushalla dan subuh nya ada acara didikan subuh, sampai pagi menjelang, dilanjutkan dengan acara goro membersihkan mushalla, masa kecilku yang indah, tiap malam belajar bersamanya, dan september ini, dia pun pergi meninggalkan semua muridnya untuk selama-lamanya. Bahkan tak sampai 2 hari setelahnya uni ku menelfon, dia mengabari aku, bahwa temannya satu kos, dan sama satu universitas meninggal dunia, dalam sebuah kecelakaan motor dengan kekasihnya, salah satu temannya bilang mereka memang pasangan terbaik, tuhan ngga ingin memisahkan orang itu berdua, sehingga tuhan memanggil mereka berdua berbarengan, aku tak tau bagaimana kejadian sebenarnya, tapi yang aku dengar seperti itu, dia hidup, dibesarkan orang tuanya, sekolah, dan kemudian menyelesaikan kuliahnya, wisuda dan dia pergi selamanya.. Uni bilang, kemaren, masih teringat jelas olehnya ketika dia memanggil uni ku "jeng mer".. Aku memang tak terlalu kenal siapa dia, tapi kenapa kisah sedih yang selalu diperdengarkan padaku september tahun ini? Ini lebih berat dari februari dan bulan mei yang lalu, jauh lebih berat.. Dan masih banyak lagi cerita suram september ini, mungkin ini hanya sebagian kecilnya, sebagian kecil yang aku ceritakan dipenghujung september.. Wake me up when september ends. Beberapa hari yang lalu aku menelfon ibu, disaat aku sangat galau tak karu-karuan, mendengar suara, cerita dan pesan ibu, membuat aku sangat tenang, sungguh sangat tenang, September yang galau, Jangan ceritakan lagi kisah sedih, Tulangku terasa remuk Mendengar nyanyianmu, Cepatlah berlalu bawa semua gundahmu, Kelak juga kau akan datang lagi, Mesti takkan pernah aku pastikan kita akan bertemu, Terimakasih untuk air matanya Terimakasih membuat aku tegar, Terimakasih mengajari aku untuk kuat, Terimakasih mengingatkan aku akan kematian, Selamat jalan semua yang tertinggal dibulan september, Semoga semua dapat tempat yang indah, lebih baik dari dunia, Aku mencintai Mencintai kalian yang tertinggal dibulan september, September ini.. September yang akan selalu aku kenang. September mengagumkan..... :'(

No comments:

Post a Comment