Wednesday 3 August 2011

1 Ramadhan di "Martapura"


Suatu saat aku akan bercerita, kenapa aku bisa berada dikota kecil yang super bersih ini, ini bukanlah martapura yang berada dipulau kalimantan, ini adalah kisah martapura, yang terletak dikabupaten Oku Timur, Sumatera Selatan tepatnya, sekitar 6 jam dari kota palembang arah ke lampung. Kota yang sudah 3 kali berturut-turut mendapatkan piala adipura.

Tahun kedua dimana aku tak bisa berjabat tangan dengan keluarga terdekatku, untuk meminta maaf atas kesalahan yang selalu saja aku buat, tak bisa mencium tangan ayah ibu dan kakak-kakakku, serta minta maaf pada adikku, butuh waktu 6 jam dari sini kepalembang, butuh waktu 16 jam dari palembang ke padang, dan butuh 4 jam dari padang kerumahku, totalnya 26 jam, aku tak punya waktu sebanyak itu, dengan pekerjaanku yang sebanyak ini.

Ini hari minggu,31 agustus 2011, semua orang kantor yang rumahnya deket dari martapura, pulang kerumahnya masing-masing, sedangkan yang rumahnya jauh tetap berada di mess, tak ada niat kerja bagiku untuk hari ini, aku ingin santai sehari ini, tanpa ada volume-volume culvert yang membuat aku lumayan puyeng, tak sadar dalam ingatanku waktu itu, ternyata besok puasa pertama akan dimulai, siang tadi aku sempat liat di TV semua pada sibuk memberitakan keputusan menteri agama kapan 1 Ramadhan tepatnya, aku lihat jam tangan sudah nyaris pukul 17.00 wib, sedangkan aku belum shalat ashar, dan akupun lupa untuk mengisi pulsa akan menelfon semua yang ada dirumah, dikampungku tepatnya, segera aku whudu dan shalat, abis itu baru pergi keluar untuk membeli pulsa, sampai dimess kembali aku duduk dipinggir jalan depan mess, kebetulan mess yang aku tinggalin berada dalam komplek perumahan PU, dalamnya nyaman banget, ngga ada yang berisik, hijau lagi, aku duduk diatas rumput, sambil terus mencet handphone mencari nomor ayah.

Saat aku telfon ayah, suara halo dengan nada yang sangat aku kenal menyapa telingaku, sambil terus menanyakan bagaimana kabarku, “aku baik-baik saja ayah”, dan aku katakan padanya, bahwasanya aku ingin meminta maaf padanya, atas semua kesalahan yang pernah aku lakukan padanya, aku kembali teringat akan sosok ayah, seseorang pekerja keras, sangat cerdas tanpa dia harus menyelesaikan sekolah dasarnya, karena kekurangan biaya dulu, tapi ayahku yang tidak lulus sd, bisa membuat satu anaknya menjadi seorang PNS, september depan anak perempuannya akan wisuda, dan anak ketiganya bisa menjadi salah satu karyawan perusahaan BUMN, dan anak yang terakhir, masih kelas 3 MTsN, aku tau betapa kerasnya hal yang dilakukan ayah sehingga menghasilkan itu semua, kasarnya, nyari uang itu emang sangat sulit terkadang, untuk orang-orang yang dipilih takdir. Sesuatu yang telah ditetapkan dengan harga mati, tanpa bisa ditawar lagi.

Aku menanyakan pada ayah dimana ibu, ayah bilang ibu sedang kepasar membeli beras, lantas aku bilang pada ayah untuk mengakhiri percakapan dan akan menelfon lagi nanti setelah ibu pulang dari pasar.

Habis memencet tombol reject, aku kembali mencari nomor abangku yang paling tua, namanya Desrimal, dibalik sosoknya yang dulu aku bilang antagonis, selalu marah padaku pada hal-hal yang tidak aku anggap salah, sebenarnya dia orang yang sangat-sangat perhatian kepada adik-adiknya, walau terkadang, caranya tak begitu benar, sehingga membuat kami adik-adiknya merasa risih, tapi aku tau, itu hanya ungkapan rasa sayang pada adik-adiknya, dulu ketika aku kecil saat dia sering marah-marah padaku, ingatan yang ada dalam otakku hanya, jika aku telah dewasa aku akan mengajaknya berantem, tapi setelah aku remaja seperti saat ini, tak ada dendam dihatiku atas apa yang dulu pernah terjadi, walaupun dulu aku menangis sejadi-jadinya karena dia. Mungkin fikiran yang sudah tidak pendek lagi membuat aku menyadari dari semua yang telah ia lakukan untuk aku. Harus aku akui, sosok dia, adalah salah satu yang membina hidupku sampai bisa seperti ini.

Dari kejauahan terdengar agak pelan suaranya, seperti biasa mengangkat telfon, ia mengatakan
“halo, Assalamualaikum, apo pi”
Hahaha, abangku tak begitu kreatif saat mengangkat telfon, misalkan aku tidak menjawab salamnya dia akan memberi ceramah pendek padaku, tanpa peduli ada berita apa yang akan aku sampaikan.
Dalam sendu sore dipenghujung bulan sya’ban itu sayup-sayup aku katakan, aku memanggil kakak padanya, suatu saat akan aku permasalahkan panggilan kakak ini,
“kak, kan udah mau puasa, biar puasanya afdhal, hanafi minta maaf yah kak, atas kesalahan hanafi selama ini sama kakak”
“iya, udah kakak maafin, tadi kakak juga udah liat kok diwall pesbuk kakak”
Yap sehari sebelumnya aku sudah nyoret-nyoret wall pesbuk semua keluargaku, siapa yang sangka? Ayah dan ibuku punya akun pesbuk.
Percakapan berlanjut dengan canda-canda lainnya, dari situ aku dapat kabar, kalau abangku dan keluarganya bakalan pergi kerumah ayah dan ibu, sore itu.

Saat aku ingin menelfon ayah kembali, aku masih sangat yakin, ibu pasti belum pulang dari pasar, akupun menelfon mami, mami ialah adik ibuku, aku panggil mami kepadanya, saat aku menelfon, butuh waktu lama untuk dia mengangkat telfonnya, tapi aku sabar kok sampai dia mengangkat telfonnya, awalnya saat telfon itu diangkat banyak aku dengar suara gaduh, setelah ia mengangkat telfonnya ternyata dia lagi bareng ibu membeli beras dipasar, setelah ngomong banyak dan juga meminta maaf padanya, aku minta supaya mami, memberikan handphonenya pada ibu, terdengar jelas suara ibu disitu, meski timing minta maafnya bener-bener ngga pas waktu itu, terserah mau memanggil aku lelaki pecundang dan cemen, aku meneteskan air mata, saat mendengar suara ibu yang sudah sangat aku kenal, rekaman nomor wahid dalam otakku, aku meminta maaf padanya sambil berlinang air mata, suasana sore itu juga sangat sendu dan sepi dikomplek itu, bahkan angin yang bertiuppun serasa tak ada disana, membuat aku makin sedih, mengingat dosa-dosaku pada ibu, bahkan beberapa bulan yang lalu aku nyaris membuat ibu menangis, aku tak tau apa ibu tau aku menangis atau tidak, yang jelas nada suaranya yang mengatakan telah memaafkan aku, seolah ingin menenangkanku dan mengusap punggungku, begitu aku merasakan sosok ibu dalam hidupku, bahkan hanya dengan suaranya bisa membuat aku tenang.

Dalam percakapan itu, disela-selanya aku bertanya, uni meri dimana, uni meri ialah kakak perempuanku, dia anak nomor dua, aku panggil uni kepadanya, layaknya seorang anak minang yang memanggil uni pada kakak perempuannya, saat aku bertanya uni meri dimana, ibu menjawab dia lagi dirumah, tapi besok udah balik lagi kepadang, kata ibu singkat menjelaskan, kalo uni meri hanya pulang dihari pertama.

Sebelumnya tadi aku sudah mencoba untuk menghubungi handphonenya, beberapa kali aku panggil, tak ada jawaban, tapi untuk kesekian kalinya aku panggil baru dia angkat telfon dariku, sebenarnya aku agak ragu menelfonnya, mengingat aku ada masalah kecil dengannya beberapa minggu yang lalu, bahkan aku sama sekali tidak memberi kabar bahwa aku berangkat kepalembang kepadanya, aku kesal padanya setelah mendengar cerita dia dari ibu, aku kesal karena dia sudah membuat ibu sedih, dia sudah buat ibu sakit hati dengan sikapnya, itu yang membuat aku kesal, sangat kesal padanya, aku kasihan melihat ibu, sehingga semua kata-kata kotorku ku lontarkan padanya, lewat sms yang panjang banget, sebagai ungkapan bahwa aku kecewa padanya, sangat kecewa.
Hal itu yang membuat aku berfikir, apa seharusnya aku minta maaf padanya?
Hati kecilku bilang, jelas aku harus meminta maaf padanya, kesalahan yang aku lakukan mungkin lebih buruk dari apa yang dia lakukan, aku tau posisinya yang tersudut saat itu, jauh lebih miris daripada keadaan aku, aku mengerti akan perasaannya, entahkah ini karmaku, terlalu sering menyakiti wanita, sehingga kakakku juga harus merasakan hal yang sama. Entahlah, aku tau posisi dia yang sangat bimbang, posisi dia yang terlalu percaya pada orang yang tak semestinya ia percayai, kata-kata apapun yang aku lontarkan, takkan buat ia mengerti, aku hanya kesal, aku tak mau mengajarinya, dia yang seharusnya mengajariku tentang dunia yang selama ini dia rasa. Tak pantas untukku menasehatinya, seharusnya akulah yang harus patuh dengan pilihannya, dan sebaik-baiknya aku yang harus meminta maaf padanya, aku yakin dia pasti memaafkan aku dengan tulus, karena apa, karena aku juga seorang kakak.

Benar, semua baik-baik saja, aku sering berantem dengan dia, apa lagi diwaktu aku kecil, seringkali aku tertekan olehnya, aku sama sekali tidak berani dengannya, bisa aku bilang, uni meri yang dulu itu kejam, tapi itu hasil pemikiranku ketika berumur 7 tahun, 12 tahun yang lalu, dia juga kakak yang baik, meski terkadang aku selalu membantah apa yang dia ucapkan.
Dalam percakapan telfon dengannya dari mulutnya dia sudah mengatakan, kalau dia memaafkan aku. Aku yakin hatinya juga berkata begitu, aamiin

Begitu juga dengan adikku, semoga dia baik-baik saja, aku punya kejutan kecil untuknya..

Tunggu lebaran datang!!

No comments:

Post a Comment