Aku
adalah orang yang suka berlama-lama dikamar mandi, entahkah dengan tujuan mandi
atau sekedar buang hajat (suatu saat akan aku perkarakan masalah bahasa hajat, kenapa
hajat dibuang? Apa sebenarnya arti kata hajat itu sesungguhnya?). aku merasa ritual
mandi-ku sama saja dengan orang lain pada umumnya, menyiramkan gayung demi
gayung air membasahi seluruh badan, mengusap shampo ataupun sabun terlebih
dahulu, dan menyiramnya lagi hingga bersih. Dan kemudian memakai handuk, aku
tak pernah melakukan ritual lain semacam mencuci wajah dengan sabun-sabun
tertentu, memakai vitamin rambut, atau hal-hal lain semacam itu.
Begitu
juga dengan buang hajat, aku rasa sebagai manusia aku melakukan hal yang sama dengan
apa yang orang lain lakukan, dan aku yakin gerakan dan mimik wajah dalam ritual
membuang “hajat” tadi, yaa begitu-begitu saja. Atau ada orang lain yang melakukannya
sambil tiduran? Jangan tanya aku, sama sekali aku tidak tau.
Lalu
apa yang membuat aku begitu senang(?) berlama-lama dikamar mandi? Sebelum menjawab
pertanyaan itu. Mungkin ada yang pernah dengar tentang “Robohnya Surau Kami”?
ah! Orang-orang yang mencintai buku pasti tau tentang itu, salah satu kitab
legendaris yang menjadi acuan literasi-literasi diera setelahnya, sebuah
mahakarya seorang sastrawan hebat bernama AA Navis. Aku tau tentang Robohnya Surau
Kami sudah semenjak lama, selalu ada kutipan-kutipan atau pertanyaan-pertanyaan
tentang AA Navis dan Robohnya Surau Kami dalam setiap ujian kenaikan kelas
Bahasa Indonesia, aku membaca Robohnya Surau Kami setelah tamat sekolah, tapi
bukan hal ini yang sedang ingin aku bahas.
Konon
katanya, AA Navis pernah terkena penyakit Varises. Aku tidak pernah searching
tentang itu, yang aku tau hanyalah dahulu sekali ketika aku masih belasan tahun
aku pernah ditegur oleh seorang guru olahraga karena duduk jongkok setelah lari
beberapa kali keliling lapangan “Heh duduknya selonjor, habis lari ndak boleh jongkok
nanti kamu Varises!” katanya mengingatkan, “Hah!? Varises apaan?” aku
menyeletuk sambil duduk selonjor diatas rumput. “Varises itu, nanti keluar
seperti urat gede-gede dibetis kamu” kata seorang teman yang mendengar aku
nyeletuk. “Oh gitu ya?” dan pengetahuan aku tentang Varises hanya sebatas itu
sampai hari ini.
Konon
katanya tadi? AA Navis mendapatkan penyakit tersebut dikarenakan beliau sering
termenung begitu lama dikamar mandi sambil berjongkok, ya! Dari beberapa cerita
yang aku baca dan aku dengar, AA Navis seringkali mendapat inspirasi ketika
beliau buang hajat dikamar mandi, hal ini yang beliau lakukan bertahun-tahun
sehingga penyakit yang bernama Varises itu sempat menghampirinya. Lalu apa poin
pentingnya?
Aku
tak menyamakan diriku dengan seorang penulis legenda, tapi setidaknya aku
adalah seorang penulis di-blog yang bagi orang lain ngga penting ini, dan
rasanya kamar mandi adalah sebuah ruangan tempat semua kata-kata yang ingin aku
sampaikan tersembunyi dan ingin dikeluarkan. Setiap apa yang aku rasa seharian,
sebulanan atau tahunan baru bisa aku tuliskan ketika semua sudah tumpah dikamar
mandi, ketika hajat dibuang entah kenapa inspirasi datang. Jadi kesimpulannya
aku keluar dari kamar mandi bukan karena telah selesai membuang hajat, tapi
karena aku sudah selesai dengan semua apa-apa yang menjadi inspirasi tersusun
rapi dalam kepalaku, walaupun kadang sampai didepan tuts tuts keyboard semua
buyar lagi.
04
Januari 2018,
Ini
adalah hari kamis, aku baru saja pulang dari kota Padang, kembali lagi
keharibaan Sicincin yang tercinta (April depan aku sudah 2 tahun disini)
sicincin adalah sebuah daerah yang terletak dijalan utama Sumatera Barat yang
menghubungkan Kota Padang dan Kota Bukittingi, jaraknya 40 Km dari kota Padang,
Aku sedang bertugas disini sekarang, melebarkan jalan yang pada awalnya hanya 6
meter saja dijadikan 7 meter.
Tujuan
aku menulis hanyalah, jika pada suatu saat nanti aku lupa. Aku bisa membaca lagi
tentang semua apa yang aku catat, apakah itu cerita-cerita bahagia ataupun
sedih juga tentang pelajaran-pelajaran apa yang bisa aku ambil setelah semua ujian
kehidupan itu lewat, walau pada kenyataanya tidak disemua ujian aku bisa lulus.
Tentang
2017 yang telah lewat adalah menjadi tahun terburuk yang pernah ada dalam
kehidupan aku, bukan karena keadaanya tapi karena perbuatanku sendiri sehingga tahun
itu adalah tahun terburuk yang pernah ada, untuk beberapa alasan yang tidak
bisa aku ceritakan semuanya.
Aku
menjadi orang yang benar-benar egois tahun lalu, aku benar-benar menjadi
manusia yang sombong dengan entah bagaimana caranya semua rencana yang aku buat
pasti akan menjadi kenyataan pada akhirnya. Aku merasa semua kemudahan itu
didatangkan karena doa-doa dikabulkan, yang tidak aku sadari beberapa dosa
telah menutup doa-doa itu untuk bisa sampai kelangit, dan aku mengakali
ketetapan yang ada, aku hanyalah makhluk yang gampang termakan tipu daya, rupanya
kemudahan itu adalah ujian yang aku sadari pada akhirnya. Dan aku salah, aku
juga kalah aku tak lulus ujian kali ini.
Ada
banyak kesedihan yang aku lalui tahun itu, ada banyak benci yang menelan
bulat-bulat hatiku sehingga aku tak lagi bisa mengendalikan diri sendiri. Ada banyak
kesombongan dalam diri sehingga aku harus dijatuhkan, aku harus dipatahkan,
bukan karena Allah benci makhluknya. Maha pengasih dan Maha penyayang itu
berlaku selama-lamanya dengan jalan itulah pada akhirnya aku disadarkan.
Malam
itu aku kelelahan, karena harus berfikir didepan layar komputer mengerjakan pekerjaan
yang bertumpuk-tumpuk dan harus mengendarai sendiri kendaraan sepanjang jalan dengan
pengemudi yang lumayan bar-bar termasuk diriku sendiri. Bukannya manja harus
disetirin orang, tapi jika hanya sekali-sekali menyetir sendiri ya tidak apa,
tapi jika telah kelelahan bekerja sampai malam dan pagi harus menyetir lagi
sejauh itu dalam beberapa hari berturut-turut sudah saatnya aku pertanyakan,
apa yang sebenarnya aku cari dalam pekerjaan ini? (suatu saat juga akan aku
bahas perkara ini secara spesifik)
Didalam
lelah, aku beranjak kedapur menyeduh segelas teh panas lalu bersiap untuk
mandi, aku jarang sekali mandi sore apalagi malam. Tapi tampaknya tulang
belulangku butuh asupan air, konon katanya dari empat elemen yang ada, tulang
terbuat dari air. Kok bisa? Nanti dibahas lain kali.
Sampai
pada akhirnya aku berdiri didepan sebuah ember yang seperempat isi lagi penuh,
keran yang mengeluarkan air dan gayung biru ditangan kanan. Aku masih berdiri
termangu masih berpikir panjang dan lebar tentang segala hal buruk yang terjadi
akhir-akhir ini, yang aku sadari sendiri dikarenakan ulahku yang berlebihan
juga.
Aku
bertanya, kenapa aku bisa begitu semangat bangun pagi ketika aku sedang jatuh
cinta? Tapi terakhir yang aku ingat shalat subuhku masih banyak yang bolong
karena seringkali bangun kesiangan. Aku bertanya mengapa begitu sakit ketika
hubungan kita dengan orang yang kita sayang harus berakhir? Katanya, Allah
sudah tentukan jodoh, kenapa ketika keyakinanku pada seseorang begitu kuat harus
dipatahkan begitu saja? Begitu mudahnya? Terakhir aku sadar mencintai
berlebihan itu tidak baik.
Begitu
banyaknya hal-hal negatif yang aku lakukan tahun lalu, aku sedikit tenang
mendengarkan ceramah ustadz Hannan Attaki tentang sayangnya Allah menunggu dan
menerima tobat-tobat hambanya yang sudah jauh melenceng dari jalan yang benar. Lalu
aku umpamakan ampunan Allah itu serupa dengan pemberian maaf pada seseorang
yang disayang. Tidak ada maaf yang lebih ikhlas dari itu rasanya, contohnya
permintaan maaf anak kepada orang tua. Orang tua mana yang tak pernah memafkan
anaknya. Kisah malin kundang tidak termasuk ya.
Masih
berdiri memegang gagang gayung dan sebentar lagi air didalam ember bakalan
penuh. Aku masih berfikir jauh, tentang doa-doa yang selalu aku panjatkan kepada
Allah selepas shalat. Begitu egois doa-doaku, yang aku minta hanyalah pengampunan
dosaku dosa orang tuaku, doa untuk nenek, doa untuk ilmu-ilmu yang bermanfaat,
doa tentang rezki yang baik lagi halal dan banyak.
Aku
hanya meminta untuk kebaikan aku sendiri, dan kebaikan hubungan aku dengan
orang-orang yang aku sayang, tanpa sekalipun pernah terpikir sebaik apakah
hubungan aku dengan Allah sendiri? Kepada pemilik semesta, yang akan
mengabulkan doa-doa, yang menghidupkan dan yang mematikan.
Aku
tak pernah memikirkan apakah hubungan aku dengan Allah baik-baik saja. atau
dalam keadaan yang buruk, yang mana aku harus banyak meminta ampunan untuk
semua yang aku kerjakan dan Allah larang. Aku begitu risau ketika hubungan aku
dengan orang lain dalam keadaan buruk, tapi tak pernah peduli apakah hubunganku
dengan Allah dalam keadaan baik-baik saja atau tidak.
Aku
mulai mengguyur kepalaku dengan air, berharap Allah menghanyutkan semua dosa-dosa
yang melekat padaku. Pertanyaan-pertanyaan itu semakin dalam masuk kedalam
hatiku. Apakah aku sudah mengenal Allah sepenuhnya? Bahkan aku tak hafal 99
namanya, yang aku tau Allah Maha Besar, Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Bagaimana
hubunganku selama ini baik jikalau nama-nama dan sifatnya saja aku tidak tau.
Aku
pernah mendengar sebuah kutbah dimesjid dekat dengan kantor tempat aku bekerja
sekarang, Mencintai tuhan dan mencintai makhluk itu adalah dua hal yang begitu
berbeda. Bila diibaratkan pada tumbuhan Mencintai Allah adalah padi dan
mencintai makhluk adalah rumput dipinggir jalan.
Untuk mendapatkan beras
kualitas utama, ada banyak hal menjadi aspek penting. Mulai dari bibit padi
nomor satu, daerah yang subur, ditanam dengan rapi dirawat dengan baik, diberi
pupuk, ketika menguning dijaga dari burung-burung yang sedang mencari rezki
disana. Dan yang jelas Padi tidak akan pernah tumbuh bila tak ditanam. Sedangkan
rumput adalah hal yang tak pernah diinginkan, bisa tumbuh kapan saja, bisa tumbuh
dimana saja. Tanpa perlu ditanam, tanpa perlu dirawat. Bahkan ketika sudah
dicabut sekalipun tak lama akan tumbuh lagi dengan sendirinya.
Mencintai
Allah tidak serta merta langsung tertanam didalam hati, perlu ditanam dan
ditumbuhkan serta perlu dirawat. Jika aku bertanya apakah kamu cinta Allah? Bisa
sebutkan Asma-Asma Allah beserta artinya? Yang hanya 99 Nama. Baru aku tersadar,
bagaimana mungkin doa bisa sampai kepada
Allah, jikalau tahap mengenal Allah saja belum! apalagi mencintai?
Mencintai
makhluk bisa tumbuh kapan saja dan dimana saja, aku bisa saja jatuh cinta pada
seorang wanita yang memberi makan kucing dipinggir jalan, tiba-tiba cinta itu
tumbuh karena kebaikannya. Atau bisa saja tatapan mata yang tak sengaja bertemu
membuat degup jantung tak karuan. Padahal aku sudah lama mendengar kutbah
tentang mencintai itu. Tetapi kenapa baru sekarang aku sadar?Sepertinya aku
telah terbalik, seharusnya aku menumbuhkan cinta pada Allah dulu, pada saatnya
nanti akan tumbuh sendiri cinta pada makhluk yang barangkali tak perlu
ditumbuhkan.
Sebelum
doa-doa keegoisanku aku panjatkan, aku akan mulai lagi dengan sebuah doa
pembuka. Kenapa aku selalu meminta orang-orang mencintaiku, Aku ingin melakukan
segala hal baik hanya karena Allah, karena kecintaan hamba kepada Penciptanya.
Aku
pernah mencoba untuk selangkah demi selangkah lebih baik, lalu aku jatuh
Aku
ingin mencobanya lagi, dan semoga Allah memberi aku kesempatan menumbuhkan
cinta kepada-Nya.
![]() |
Source: Dokumentasi Pribadi |
Ini
adalah catatan berdosa dan patah hati atas apa-apa yang pernah aku lakukan
tahun lalu, aku menulis ini hanya sebagai pengingat untuk diri sendiri. Bukan untuk
menggurui orang lain. Jikalau ada yang salah dengan tulisan ini, mohon dikritisi
dengan baik, mungkin dapat kita jadikan bahan untuk berdiskusi.
No comments:
Post a Comment