Aku masih merasa aneh dengan
waktu, terkadang dia memberi kesempatan besar dalam waktu yang sangat sempit,
terkadang dia berlama-lama dalam menjawab semua yang dimintakan manusia kepada
Allah, dan dalam hidupku, siapakah orang yang paling berpengaruh di hidupku
dalam rentan waktu aku lahir sampai hari ini, umurku sudah menginjakkan usia 20
tahun, tentu saja ayah, ada sebuah pepatah dalam bahasa minang
“Mambangkik batang tarandam”
Jika diartikan dengan kata-kata
dalam bahasa indonesia berarti
“mengeluarkan Batang kayu dari
rendaman air”
Makna yang ingin disampaikannya,
bisa diartikan, mengangkat martabat, bisa juga menaikan sedikit strata, bisa
juga menyelesaikan masalah selama ini, contoh dari kemiskinan kesengsaraan,
atau hal-hal yang semacam itu.
Dan ayah melakukannya dalam waktu
28 tahun,
Setidaknya untuk saat ini, 90 %
dari semua usahanya mendidik anak-anaknya bisa aku katakan berhasil, kenapa
begitu?

Aku punya seorang abang, biasa
aku memanggil kakak, namanya Desrimal, anak pertama, mungkin dari semua anak ayah, kakak yang paling
bandel hanya kakak yang punya catatan pindah-pindah sekolah, mulai dari SD,
ketika ibu salah memasukkannya ke sekolah kristen dipekan baru, dan akhirnya
dia sekolah disekolah negeri biasa, sampai akhirnya ayah memutuskan untuk
kembali kekampung setelah mendapat modal lumayan dari hasilnya merantau kepekan
baru, dan kakak pun pindah sekolah kembali, dia lulus SD, dan sekolah di MTsn,
tamat dari situ dia langsung melanjutkan kesalah satu MAN dikampungku, tak bertahan
lama disana, aku tak begitu tau alasannya apa waktu itu, kakak pindah sekolah
ke MAN dikota Padang, disinilah semua kebandelannya dimulai, tapi tak terlalu
bandel-bandel amat sih, hanya saja dia males masuk sekolah, sampai-sampai
dirapornya ada Absen sampai tiga bulan, dia tak masuk sekolah selama tiga
bulan. Tapi bersyukur dia bisa lulus dan menyelesaikan sekolahnya dalam waktu 3
tahun, dan akhirnya hari ini, kakak bisa menjadi Pegawai Negeri Sipil, setelah
usahanya selama 6 Tahun menjadi tenaga sukarela dan pegawai honorer, karena
kepiawainnya menggunakan komputer, dia juga yang mengajariku komputer.
Entahkah sudah takdirnya, anak pertama selalu jadi tumbal, kakak memang
seorang yang tempramen, tapi aku tahu
dia sangat sayang pada adik-adiknya, kakaklah salah satu penunjang semua biaya
pendidikan aku dan uniku selama sekolah dipadang, ketika dia sudah punya gaji,
kakak adalah orang yang tentu saja punya andil banyak, sampai aku bisa meraih
apa yang sudah aku dapat saat ini, dia abang terbaik didunia, aku tau dia
memperhatikan kami adik-adiknya dalam setiap amarah dan diamnya, aku tau itu.
Dan tentu saja kembali ke Ayah,
Ayah sudah berhasil mendidik anak
pertamanya, sampai pada akhirnya ayah sudah melepas tanggung jawabnya pada
kakak, setelah ayah berhasil menyekolahkannya meski hanya sampai tingkatan
SLTA, ayah sudah berhasil mendidiknya menjadi abang yang baik, ayah punya andil
besar menjadikan kakak seorang PNS, dan kakak menikah dan sekarang tentunya kakak
sudah punya tanggung jawab sendiri pada keluarganya, dan kakak sudah lepas dari
tanggung jawab ayah, Suatu kekaguman pertama pada AYAH.

Aku juga punya seorang mbak,
biasa aku panggil Uni, uni merupakan panggilan kakak perempuan diminang, uni
memang selalu lebih dari kami 4 orang kakak beradik, dia punya kemauan yang
keras, tapi tidak terlalu ambisius, dia sangat cerdas, sudah terlihat dari dia
SD, ketika dia hanya kalah ranking dari
anak guru yang mungkin saja ada kong kalingkongnya, tapi dia membuktikannya
ketika di MTsN, tak tanggung-tanggung dia bisa meraih juara umum, nilainya
paling tinggi dari ratusan siswa yang ada disekolah itu, lulus dari sana uni
melanjutkan sekolah kekabupaten sebelah, masuk kesalah satu MAN unggulan
dipasaman, dan tinggal diasrama, uni
membuktikan kembali, bahwa dari semua siswa cerdas yang berkumpul disana,
dialah yang terbaik dangan kembali meraih juara umum, aku tak tau otaknya
terbuat dari apa, tapi uni sangatlah cerdas, lulus dari MAN, uni langsung
diterima di UNAND, Fakultas MIPA, dan dia menyelesaikan kuliahnya dalam waktu
normal, kurang dari 4 tahun, dia sudah mendapatkan Strata Satu, dengan skripsi
yang aku bilang sangatlah tipis sekali, tapi bukalah isinya, mataku keriting
melihat skripsinya yang tidak bisa dibaca, karena penuh dengan rumus-rumus yang
sama sekali tak pernah aku tau, dan uni adalah anak Ayah pertama yang sarjana,
sampai akhirnya dia melamar pekerjaan di BANK BRI, dan diterima.
Kesuksesan dia saat ini, tentu
tak lepas dari peranan ayah, aku sendiri tak mengerti bagaimana ayah melakukan
ini semua?, bagaimana ayah mendidik anak-anaknya, dan bagaimana ayah melakukan
Cost Control, sehingga semua berjalan begitu saja dan berdampingan, semua
anaknya sekolah,
dan keluargaku merupakan golongan
menengah kebawah, bahkan mungkin menengahnya tak bisa disebut, bukan aku rendah
diri, terkadang orang selalu menyangkutkannya kemasa yang telah berlalu, dulu
ketika aku belum mengenal dunia, keluargaku memang menengah keatas, itu tentang
ayah dan semua kesuksesan ayah, tapi skenarionya memang bagitu, ayah bangkrut,
dan tak meninggalkan apapun, dan pandangan orang sampai saat ini, keluargaku
adalah keluarga yang berada, pada kenyataannya TIDAK!
Dan anak ketiga ayah adalah aku,
pelajaran apa yang ayah ajarkan padaku? Aku tak tau, semua hari-hariku dirumah
selama 16 tahun berjalan semestinya, hubungan antara ayah dan anak, tapi
mungkin dalam amarahnya ayah selalu punya maksud ingin agar aku belajar dan tau
apa itu dunia.
Aku sekolah di satu SD, selama 6
tahun, satu Mtsn selama 3 tahun, dan STM selama 3 tahun, dari kedua kakakku
hanya aku yang beda sendiri, ketika yang lain sekolah melanjutkan dari MTsN ke
MAN, aku sama sekali ngga nyambung dari MTsN ke STM?, tapi ayah adalah orang
yang sangat demokratis, jika masih dalam hal yang positif dan dalam batas
kemampuannya, ayah tak pernah melarang, malah ayah bertanya apa yang anak-anak
nya inginkan.
Aku punya cita-cita menjadi
seorang arsitek waktu itu, dan inspirasinya tentu ayah, yang dulu memang
seorang tukang, aku mengatakan semua mimpi dan keinginanku pada ayah, ayah
hanya tersenyum dan mengiyakan, dia tak pernah ungkapkan pada anak-anaknya masalah
biaya, padahal aku tau, ketika aku akan mendaftar ke STM itu, ayah harus
mengeluarkan biaya yang sangat banyak, bertepatan sekali waktu itu, uni juga
akan masuk universitas, dan disaat yang sama, kakak kecelakaan dan koma dirumah
sakit, tapi ayah tenang dalam semua urusannya, aku tau waktu itu ayah telah
menjual sesuatu untuk semua urusan ini, tapi tidak untuk biaya yang tak terduga
seperti kecelakaan kakak, biaya perawatan dirumah sakit tidaklah sedikit, tapi
ayah bisa meng-handle semuanya, aku tak mengerti bagaimana ayah membuat cost
control sehebat itu.
Dalam islam, tujuan dari hidup
salah satunya adalah membahagiakan orang tua, aku memang terkadang seringkali
menyakiti perasaan ayah dan ibu, hanya karena keegoisan, kau juga tidak
mengerti, dengan apa yang telah aku capai ini, sudahkah ayah dan ibu merasa
bahagia dan bangga membesarkan anak seperti aku, setidaknya dari umur 18 tahun,
aku tak lagi sepenuhnya menggantungkan biaya hidupku pada ayah dan ibu.
Tamat dari STM, alhamdulillah aku
diterima disebuah perusahaan BUMN, bergerak dibidang jasa konstruksi, atau
biasa orang-orang sebut kontraktor, memang ini melenceng dari cita-citaku ingin
menjadi seorang arsitek, tapi aku merasa, “teknik sipil” mungkin inilah
duniaku, aku hanya akan menjalaninya saja, aku juga tak pernah merencanakan
semua ini, hidup seperti ini, jauh dari rumah, dengan gaji yang lumayan
diumurku yang masih lumayan muda, hanya bermodalkan ijazah STM.
Mungkin aku terlalu narsis harus
berkata seperti ini, tapi ini bukan tentang aku, ini tentang ayah, apa yang
ayah lakukan dalam membentuk mentalku dalam waktu 16 tahun lamanya, mengajariku
secara tidak langsung, aku benar-benar tidak tahu, bagaimana ayah mendidik
anak-anaknya, semuanya mengalir begitu saja, ketika kami anak-anaknya berumur 6
tahun, kami semua didaftarkan kesekolah formal, ketika sudah pandai membaca
huruf latin, kami diserahkan kemesjid untuk belajar mengaji, dan ketika kami
sudah bisa berfikir dan mengerti dengan beberapa bentuk aksara, kami disuruh
memilih sendiri pendidikan yang kami suka!
Yang terakhir adikku, namanya
Siska, biasa dipanggil Ika kalau dirumah, saat ini masih 16 tahun, lulus Mtsn
yang sama dengan semua kakaknya, lulus tahun ini, namun sayangnya, dia tidak
bisa sekolah disekolah yang ia damba-dambakan, dikampung dia juga masuk MAN,
dan memang akulah yang berbeda sendiri masuk STM.
Memang belum tau arah
keberhasilan ika, dia masih merangkak naik, menyelesaikan pendidikannya, dari
semua saudaraku, motivasi ika yang aku tidak pernah tau, ketika lulus dari MAN
nanti, pendidikan apa yang dia inginkan, ingin jadi apa cita-citanya, aku tidak
pernah tau, ketika dia berumur 11 tahun aku sudah pergi sekolah kepadang, dan 5
tahun berlalu, aku sangat jarang dirumah, bahkan ketika pulangpun, aku jarang
banyak bercerita dengannya, 5 tahun belakangan aku lebih banyak menghabiskan
waktu diluar rumah, hari ini saja aku sedang dimartapura, sebuah kota kecil
disumatera selatan, dan terkadang jika ika sms atau nelfon, paling banter minta
beliin pulsa, kalo tidak ya minta duit buat beli keperluan sekolahnya. Tak
pernah aku bertanya apa motivasinya, aku hanya merasa waktunya belum tepat,
suatu saat aku yakin dia bakalan dengan sendirinya mengatakan arah tujuannya.
Ika anak ayah paling terakhir, ayah
juga telah berhasil mendidiknya.
Ayah adalah sosok paling
berpengaruh dalam kehidupan aku, kakak, uni, dan adekku
Ayah adalah orang tua tersukses
dalam mendidik anaknya, dibidang Agama, Sosial dan semua aspek.
Ayah adalah sosok pekerja keras,
dan sangat bertanggung jawab.
Ayah adalah segala-galanya
didunia ini.
Dimanapun aku, Ayah lah orang
yang selalu aku banggakan, meski ayah tak lulus SD, tapi ayah punya ijazah
dunia, ayah telah menaklukan dunia, merubah aliran kehidupan, “mambangkik
batang tarandam” dalam setiap sudut pesona dan kesederhanaannya.
Aku sangat bersyukur, terlahir
kedunia, di digendong dengan hangat oleh Ayah yang seperti Ayah.