Tekanan showbiz? Mungkin ini yang
sekarang sedikit menjadi beban, seminggu yang lalu aku berfikir mungkin
sebaiknya aku pulang saja kerumah dulu
dan meminta libur selama tiga hari. Aku ingin melepas penat dengan cara yang
aku suka. Pulang kerumah bertemu keluarga, dan kembali melihat-lihat kampung
yang selama nyaris 6 tahun ini hanya beberapa hari saja aku habiskan disana.
Yang paling lama hanya ketika lebaran, aku bisa stay dikampung selama 2 minggu.
Beda waktu pulang, beda cerita
yang aku dapat. Pulang kali ini aku menyebutnya pulang kenangan, karena bertemu
beberapa hal yang membuat aku kembali membongkar kotak-kotak kenangan yang ada
diotakku. Wajah-wajah itu, jalanan itu, huft begitu berat rasanya menerima, ini
sudah masuk tahun kesembilan berlalu, dan aku menyebutnya begitu saja.
Kegiatan pertama yang aku lakukan
dirumah adalah menjeput keponakan kerumah abangku dan berniat membawanya kesebuah
tempat wisata dikampung. Sekalian aku ingin ke mess tempat proyek aku bekerja
yang sekarang pekerjaannya terhenti karena warga menolak pembangunan jembatan
disitu dan ingin dipindahkan kekampungnya. Karena nyaris dua bulan proyek itu
terhenti, aku ingin mengambil bajuku yang juga sudah 2 bulan disana ngga ada
yang ngurus.
Sebelum berangkat ketempat wisata
itu, karena keponakanku belum makan dari pagi dirumahnya, terpaksa aku yang
terlebih dahulu menyuapinya makan, karena ibu juga sibuk dengan warung nasinya
sekarang. Rasanya begitu lucu. ini alami saja, keponakanku sangat susah untuk
menyuruhnya makan, tapi dengan caraku sendiri yang begitu mengalir dan alamiah,
aku berhasil membuatnya mau makan bahkan bisa dibilang dengan porsi sangat
banyak. Hari ini aku menyuapi keponakanku, mungkin disuatu hari yang lain
beberapa tahun kedepan, mungkin aku sudah menyuapi anakku sendiri.
Aku ingat kembali belakangan ini,
biasanya ayah tidak pernah serius menasehati aku tentang pasangan, tapi
sekarang ayah sudah mulai serius tentang itu, dan ini begitu lucu rasanya.
Ketika keluarga tau aku mulai dekat dengan beberapa perempuan, ibu dan ayah
menelfon menanyakan aku sudah punya pacar apa belum. Dan selalu mewanti-wanti
“kamu jangan pernah nyakitin anak gadis orang yah” selalu saja kata-kata itu
yang aku dapat ketika ayah dan ibu sudah membicarakan jodoh, mengingat setelah
uni menikah akulah anak selanjutnya yang diancam dengan kata-kata “kapan
kawin?”, sampai pada akhirnya aku mengerti betapa menyebalkannya dipertanyakan
dengan pertanyaan semacam itu, tapi aku berusaha menikmatinya, mengingat belum
ada siapapun yang telah duduk manis dalam relung hati yang aku simpan sangat
dalam, belum ada seorangpun yang bisa membuat aku benar-benar jatuh cinta.
Kalau hanya rasa suka, banyak sekali perempuan yang aku sukai, namun yang
benar-benar membuat aku mabuk rasanya belum ada.
Kadang aku berfikir, dijodohkan
mungkin jauh lebih baik, karena aku hanya tidak ingin mengecewakan ayah dan ibu
dengan pilihanku sendiri. Rasanya begitu egois bila aku harus memaksakan
kehendakku tanpa memikirkan perasaan orang lain. Disisi lain aku juga percaya
cinta itu diciptakan, bukan datang dengan sendirinya, hanya kita sendiri yang
tidak sadar, ketika melihat pesona seseorang kita telah membuat begitu banyak
cinta berterbangan didalam hati, terkadang cinta itu menjadi suatu hal yang
sangat sederhana, tetapi terkadang cinta juga bisa menjadi begitu rumit untuk
diartikan. Mario teguh juga bilang, cinta sejati itu tidak ada kalau bukan kita
yang mensejatikannya. Dan satu lagi, nyari sendiri atau dijodohkan itu bagiku
bukan sebuah pilihan. Jika jalannya kita bisa menemukan dan menjeputnya sendiri
ketangan tuhan kita akan dapat, karena jodoh ditangan tuhan, kalo ngga
dijemput. Ya jodoh bakalan tetap ditangan tuhan. Hanya caranya saja yang
berbeda. Dan tetap aku yakin sekali dijodohkan atau nyari jodoh sendiri itu
bukanlah sebuah pilihan.
![]() |
Ngajakin ponakan ke proyek, deket tumpukan tiang Pancang |
![]() |
abis itu ngajak ponakan main dipantai |